Rabu 28 Apr 2021 12:40 WIB

Penangkapan Munarman dan Bukti Kuat di Baliknya

Pengacara Munarman mengaku kesulitan bertemu pascapenangkapan kemarin.

Garis dilarang melintas terpasang di pintu gerbang saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan di bekas markas Front Pembela Islam (FPI), Petamburan, Jakarta, Selasa (27/4/2021). Tim Densus 88 Antiteror menggeledah tempat tersebut pascapenangkapan mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman terkait kasus dugaan tidak pidana terorisme.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Garis dilarang melintas terpasang di pintu gerbang saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan di bekas markas Front Pembela Islam (FPI), Petamburan, Jakarta, Selasa (27/4/2021). Tim Densus 88 Antiteror menggeledah tempat tersebut pascapenangkapan mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Munarman terkait kasus dugaan tidak pidana terorisme.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Zainur Mahsir Ramadhan, Ali Mansur, Antara

Penangkapan Munarman atas dugaan terkait terorisme diyakini dilakukan karena adanya bukti kuat. Munarman disebut kepolisian setidaknya diduga terlibat dalam sejumlah kasus terorisme di Tanah Air, termasuk peristiwa pengeboman gereja Makassar.

Baca Juga

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridwan Habib, meyakini Munarman tidak mungkin ditangkap tanpa pertimbangan matang alias ketidakcukupan bukti. "Densus 88 selalu menangkap orang dengan bukti yang kuat. Sepanjang 19 tahun Densus berdiri belum pernah ada tersangka bebas di pengadilan," kata Ridwan dalam keterangan pada wartawan, Rabu (28/4).

Ridwan memandang penangkapan Munarman adalah bagian dari usaha Densus 88 dalam memenuhi tugasnya di bidang penanggulangan teror di Tanah Air. Publik diminta menunggu status apa yang nantinya diseamatkan kepada Munarman usai proses pemeriksaan.

"Densus punya 14 hari pemeriksaan untuk menentukan status Munarman, itu diatur dalam UU No 5 Tahun 2018," ujar Direktur The Indonesia Intelligence Institute itu.

Di sisi lain, Ridwan menganggap penangkapan Munarman tidak berhubungan dengan persidangan yang tengah dijalanin eks Imam Besar FPI  Habib Rizieq Shihab (HRS). Munarman sebelumnya tercatat sebagai anggota tim pengacara HRS.

"Munarman ditangkap Densus dalam kaitan tindak pidana terorisme sedangkan sidang Rizieq adalah kasus kerumunan Corona. Tidak ada hubungannya," ucap Ridwan.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, juga yakin Densus memiliki bukti yang cukup dalam menangkap Munarman. "Kita yakin polisi punya bukti yang cukup. Polri tidak pernah mundur untuk menangkap siapa pun jika terbukti melanggar hukum," kata Edi, Selasa (27/4).

Menurut Edi, masyarakat harus memberikan kesempatan kepada penyidik untuk memeriksa Munarman dalam tujuh kali 24 jam. "Kita tetap memegang praduga tak bersalah terhadap Munarman," ucap Edi.

Anggota Tim Advokasi dan Aktivis (Taktis), Hariadi Nasution, mengaku kesulitan menemui kliennya Munarman. Padahal menurutnya berdasarkan pasal 54, 55 dan 56 KUHP seharusnya Munarman bisa langsung mendapatkan bantuan hukum.

"Terlebih ancaman pidana terhadap klien kami lebih dari 5 tahun. Sehingga klien kami wajib mendapat bantuan hukum," ujar dia dalam keterangannya, Rabu (28/4).

Tak sampai di sana, tuduhan terkait terorisme pada Munarman juga disebut tak mendasar. Mengingat, Munarman dan FPI disebutnya jelas telah mengatakan bahwa tindakan ISIS tidak sesuai keyakinan mereka.

Bahkan, Munarman disebut Hariadi dalam berbagai kesempatan telah mengajak masyarakat untuk menghindari ajakan atau situs-situs terkait. Khususnya, yang mengarahkan kepada tindakan ekstrimisme.

"Terkait temuan di gedung eks DPP FPI oleh kepolisian adalah deterjen dan pembersih toilet untuk kerja bakti masjid dan mushola," lanjut dia.

Sedangkan temuan di kediaman Munarman, menurutnya, hanya buku-buku intelektual koleksi pribadi. Dengan alasan itu menurut Heriadi, setiap proses penegakan hukum terhadap Munarman harus menjunjung tinggi HAM dan asas hukum.

Ia juga mempermasalahkan penyeretan paksa Munarman dan penutupan wajahnya saat digelandang ke Polda Metro Jaya, diklaim Hariadi menyalahi UU dan prinsip hukum serta Hak Asasi Manusia. Utamanya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28 ayat 3 UU No.5 Tahun 2018 tentang perubahan atas UU No.15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang.

Sementara itu anggota tim kuasa hukum Munarman, Yanuar Aziz, mengatakan pihaknya berencana mengajukan gugatan praperadilan. Aziz mengatakan sejak penangkapan yang dilakukan oleh tim Densus 88 Antiteror Polri di kediaman Munarman mereka langsung membentuk tim kuasa hukum yang berjumlah sekitar 40 orang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement