REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Satgas Penanganan Covid-19 mengingatkan perkantoran di Jakarta mematuhi aturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro (PPKM mikro). Aturan tersebut mengatur jumlah pegawai yang hadir secara fisik di kantor atau WFO maksimal 50 persen, sementara sisanya harus work from home (WHF).
Peringatan yang disampaikan Satgas Penanganan Covid-19 ini merespons kembali melonjaknya temuan klaster penularan virus korona di perkantoran Jakarta dalam beberapa pekan terakhir. Pada daerah yang melakukan PPKM, harus mengacu pada Instruksi Mendagri Nomor 9 Tahun 2021, yakni maksimal 50 persen yang hadir secara fisik di kantor dengan menerapkan prokes ketat.
"Mohon pemda setempat segera mentranslasikan instruksi ini ke dalam peraturan daerah sebagai kebijakan yang jelas," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers, Selasa (27/4).
Berdasarkan data Pemprov DKI Jakarta, dalam tiga pekan terakhir memang terjadi peningkatan klaster perkantoran. Tercatat, pada 5-11 April 2021 terdapat 157 kasus positif Covid- 19 di 78 perkantoran. Sementara, pada 12-18 April 2021 jumlah pegawai yang positif Covid-19 naik menjadi 425 kasus di 177 perkan toran.
"Kemunculan beberapa kasus positif di beberapa perkantoran mohon ditindaklanjuti dengan penu tupan sementara operasional kantor," ujar Wiku.
Kejadian melonjaknya klaster perkantoran di Jakarta, menurut Wiku, perlu menjadi pembelajaran bagi pemerintah provinsi lain yang tidak menerapkan PPKM mikro. Pemda, ujar Wiku, perlu menyusun aturan yang jelas agar kegiatan ekonomi tidak bertentangan dengan protokol kesehatan.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Trans migrasi, dan Energi (Disna kertrans)DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, sampai saat ini, pemprov memberlakukan kebijakan 50 persen WFH dan 50 persen WFO sesuai aturan PPKM mikro. Namun, meski banyak muncul klaster per kan toran, belum ada rencana untuk memberlakukan kebijakan 100 persen WFH.
"WFH-WFO ini kan enggakbisa kita tentukan sendiri, kita ada satgas (Covid-19). Satgas itu nanti yang meminta pendapat-pendapat dari berbagai macam ahli, seperti dulu," kata Andri.
Di sisi lain, Andri menduga, pening katan klaster perkantoran ini terjadi lantaran adanya euforia terha dap program vaksinasi Covid-19.Andri menilai, ada kecenderung an warga mulai kurang patuh terhadap protokol kesehatan (prokes) dan tidak lagi waspada terhadap paparan Covid-19 sebagai dampak pelaksanaan vaksinasi.
Andri mengakui, pihaknya kekurangan personel untuk mengawasi pelaksanaan prokes. Di Jakarta, kata dia, terdapat 84.215 badan usaha dengan total pekerja 2.410.518 orang yang harus diawasi pelaksanaan prokesnya. Adapun jumlah tim pengawas setiap harinya, kata dia, hanya 18 tim.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menilai, perlu ada prosedur operasional standar (SOP) untuk karyawan agar aman beraktivitas di kantor. Ketua Tim Mitigasi PB IDI Adib Khumaidi mengatakan, ada enam penyebab kasus klaster kantor DKI Jakarta naik tiga kali lipat.
"Yakni, sirkulasi udara kantor buruk, ruangan kantor padat, karyawan berdesakan di transportasi umum, buka puasa bersama, program vaksinasi buat karyawan lengah, serta karyawan hanya patuh protokol kesehatan saat di kantor saja," ujar dia.
Menurut Adib, SOP di dalam tata kelola ruang perkantoran agar aman dan menghambat penularan Covid- 19 penting dilakukan. SOP tersebut termasuk tentang pengaturan, seperti jumlah karyawan yang disesuaikan dengan kapasitas ruangan, sirkulasi udara yang baik, ruang hijau dan ada sinar matahari yang masuk ruangan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku sedang meneliti penyebab kembali munculnya klaster perkantoran di Ibu Kota, akhir-akhir ini. Dia menduga, ada kemungkinan paparan tak hanya terjadi di perkantoran, tapi bisa diawali dengan klaster rumah, atau saat di perjalanan pulang-pergi saat menuju kantor.
Riza tak menutup kemungkinan lonjakan kasus ini juga karena adanya beberapa pelonggaran, seperti sektor usaha yang sudah hampir semua diperbolehkan beroperasi dan jam operasional yang diperpanjang. "Tetapi, pelonggarannya tidak signifikan, tetap dalam kapasitas yang lama, yaitu 50 persen," ujar dia.
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Laura Navika Yamani, menilai, pening katan kasus karena peningkatan mobilisasi dan sulitnya menjaga jarak di kantor. Mobilisasi masyarakat kini bertambah dan tidak bisa dibatasi di satu negara atau satu area.
Sehingga, menurut dia, tak heran terjadi peningkatan kasus klaster perkantoran di DKI Jakarta. "PPKM Mikro yang berisi aturan yang boleh bekerja di kantor kan 50 persen tetapi apakah ketentuan ini dimonitor bahwa kalau hadir di kantor itu benar-benar tidak lebih dari 50 persen. Ini monitoringnya seperti apa," ujar dia. (sapto andika candra,flori sidebang/rr laeny sulistyawati, ed:mas alamil huda)