REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suplai sapi bakalan maupun daging beku impor dari Australia tengah terbatas lantaran mengalami gangguan produksi dalam dua tahun terakhir. Industri penggemukan sapi (feedloter) meminta agar pemerintah bisa mencari alternatif pasar demi mengamankan kebutuhan dalam negeri.
Dicky Adiwoso, Presiden Direktur PT Juang Jaya Abadi Alam, salah satu industri ternak di Indonesia, mengatakan, industri feedloter saat ini mengalami tekanan berat karena sangat bergantung pada pasokan daging sapi dari Australia. Ketergantungan itu sudah berjalan dalam 30 tahun terakhir.
Dicky pun menyebut sejak tahun lalu sudah terdapat beberapa perusahaan feedloter yang menutup operasional lantaran sulit mendapatkan pasokan.
"Kita coba bertahan untuk bertahan melewati masa-masa ini. Pertama kali dalam sejarah harga sapi brahman Australia lebih tinggi dari sapi lokal," kata Dicky dalam webinar Indonesia Australia Red Meat & Cattle Partnership, Rabu (28/4).
Ia mencatat, harga sapi brahman hidup saat ini berada di kisaran Rp 48 ribu-Rp 50 ribu per kilogram (kg) lebih tinggi dari sapi lokal sebesar Rp 46 ribu-Rp 47 ribu per kg. Menurut dia, situasi itu sangat berat dan berbeda dari tahun lalu di mana pasokan banyak karena impor 2019 yang terpenuhi.
"Tahun lalu kita bisa jadi pahlawan membantu pemerintah, tapi tahun ini dengan berat hati kita tidak bisa. Kita serahkan ke pemerintah untuk mencari alternatif demi suplai kebutuhan konsumen," kata Dicky.
Lebih lanjut, ia menilai, kebijakan pemerintah saat ini untuk mendatangkan daging-daging beku yang lebih murah dari berbagai negara pun akan menjadi tantangan industri di masa depan. Pasalnya, saat ini industri peternakan telah kehilangan banyak konsumen. Oleh karena itu diharapkan pada waktu yang akan datang, daging sapi impor dari Australia dapat kembali bersaing dan bisa mengisi pasar dalam negeri seperti semula.
"Memang saat ini kita terpaksa cari alternatif pasokan daging beku dan itu sudah dilakukan Gapuspindo ke Meksiko dan Brasil. Tapi memang tantangannya banyak," kata dia.
Australian Co-Chair of The Red Meat & Cattle Partnership, Chris Timming, mengatakan, harga daging sapi Australia diperkirakan akan mulai menurun pada semester kedua tahun ini. Itu karena akan lebih banyak populasi sapi yang dihasilkan berkat dukungan faktor alam.
Meski begitu, ia mengatakan ke depan penurunan jumlah sapi hidup mungkin akan terjadi, namun diharapkan tetap akan terjadi kerja sama yang erat antar Indonesia dan Australia untuk saling mendukung industri peternakan.