REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies ( ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi proses penangkapan Munarman. Ia menganggap kepolisian mempertontonkan arogansi dalam penangkapan tersebut.
Dalam penangkapan terhadap Munarman, polisi meringkusnya di dalam rumah. Munarman langsung diangkut ke dalam mobil bahkan tanpa sempat memakai sandal.
"Bahwa kemudian tersebar video terkait penangkapan yang mempertontonkan perlakuan tim Densus 88 pada Munarman yang terkesan arogan, itu yang patut disayangkan," kata Bambang kepada Republika, Rabu (28/4).
Bambang mengkhawatirkan penangkapan itu malah menambah kebencian kubu ekstremis terhadap kepolisian. Ia mengingatkan kepolisian memberlakukan sikap humanis terhadap siapa saja.
"Harusnya tim Densus 88 tetap harus mengedepankan pendekatan yang humanis, agar tak semakin menimbulkan kebencian simpatisan kelompok-kelompok terkait ekstremisme," ujar Bambang.
Di sisi lain, Bambang menilai penangkapan Munarman secara prosedur memang tidak salah. Munarman disangkakan dengan kejahatan terorisme sehingga tak dilayangkan surat pemanggilan.
"Munarman ditersangkakan terkait kejahatan terorisme yang merupakan extra ordinary crime. Jadi tidak bisa disamakan dengan kejahatan kriminal biasa. Dalam kasus extra ordinary crime, surat pemanggilan itu bisa diabaikan," ucap Bambang.
Munarman ditangkap pada Selasa (27/4) sekitar pukul 15.30 WIB oleh Tim Densus 88 Anti Teror Polri di kediamannya di Tangsel. Penangkapan terjadi, karena diduga Munarman menggerakkan orang lain untuk tindak pidana terorisme, bermufakat jahat untuk melakukan tindak pidana terorisme dan menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.
Baca juga : Munarman Ditangkap, Amnesty: Polisi Terkesan Sewenang-wenang
Selain penangkapan, polisi telah melakukan penggrebekan di eks kantor FPI di Petamburan, Jakarta Pusat. Polisi mengklaim menemukan bahan yang diduga pembuat peledak di sana.