REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Rizky Suryarandika, Antara
Eks Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI), Munarman, ditangkap pada Selasa (27/4) sekitar pukul 15:30 WIB oleh Tim Densus 88 Anti Teror Polri di kediamannya di Perumahan Modern Hills. Mabes Polri menegaskan penangkapan terhadap Munarman dilakukan setelah yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan terorisme pada tanggal 20 April 2021.
"Kami sampaikan bahwa penentapan saudara M sebagai tersangka tentunya melalui proses gelar perkara, dan yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka pada 20 april 2021," ujar Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Polisi Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (28/4).
Lebih lanjut, pihaknya mengeluarkan surat perintah penangkapan dan telah dilakukan penangkapan terhadap Munarman di Perumahan Bukit Modern, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan, Selasa (27/4). Bahkan, surat perintah penangkapan dan pemberitahuan penangkapan juga disampaikan kepada keluarga yang bersangkutan.
"Dalam hal ini adalah istri saudara M. Jadi disampaikan dan diterima serta di tandatangani. Artinya penangkapan saudara M diketahui pihak keluarga, dalam hal ini istri yang bersangkutan," ungkap Ramadhan.
Menurut Ramadhan, sesuai dengan Undang-undang nomor 5 2018, penangkapan kasus-kasus terorisme di atur di dalam pasal 28 ayat 1, dan berlaku selama 14 hari. Kemudian di pasal 28 ayat 2 apabila dibutuhkan akan dilakukan penambahan tujuh hari. Artinya penyidik Tim Densus 88 Antiteror Polri memiliki tenggat waktu 21 hari untuk melakukan proses pendalaman.
"Kemudian kami sampaikan dalam surat perintah penangkapan, pasal yang dipersangkakan kepada tersangka M adalah pasal 14 juncto pasal 7 dan atau pasal 15 juncto pasal 7 UU nomor 5 tahun 2018," tutur Ramadhan.
Sebelumnya, Ramadhan menyampaikan bahwa penangkapan Munarman terkait dengan kasus beberapa baiat kepada kelompok terorisme beberapa tahun silam. Saat ini yang bersangkutan sudah ditahan di tahan rumah tahanan narkoba, Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
"Jadi terkait dengan kasus baiat di UIN Jakarta, kasus baiat di Makassar dan mengikuti baiat di Medan. Jadi ada tiga hal tersebut," tutur Ramadhan
Selain itu, Munarman juga diduga menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme. Kemudian juga disebut-sebut ikut dalam pemufakatan jahat dalam aksi terorisme, dan duga menyembunyikan informasi tentang tindak pidana tersebut.
Perwakilan tim hukum untuk Munarman, Aziz Yanuar menegaskan, siap melakukan perlawanan atas penangkapan terhadap Munarman. Aziz menyatakan pihaknya tak akan tinggal diam menyaksikan Munarman dizalimi.
"Insya Allah akan kami ajukan praperadilan terhadap kasus yang menjerat bang Munarman," kata Aziz kepada Republika, Rabu (28/4).
Aziz juga menyampaikan bahwa Habib Rizieq Shihab (HRS) menyampaikan doa untuk Munarman. Aziz mengatakan, bahwa HRS telah mengetahui status tersangka Munarman terkait kasus dugaan tindak pidana terorisme.
"Habib mendoakan yang terbaik semoga pak Munarman diberikan kekuatan dan ketabahan juga keluarganya diberikan kesabaran," kata Aziz.
Penangkapan dikritisi
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengkritisi proses penangkapan Munarman. Ia menganggap kepolisian mempertontonkan arogansi dalam penangkapan tersebut.
Dalam penangkapan terhadap Munarman, polisi meringkusnya di dalam rumah. Munarman langsung diangkut ke dalam mobil bahkan tanpa sempat memakai sandal.
"Bahwa kemudian tersebar video terkait penangkapan yang mempertontonkan perlakuan tim Densus 88 pada Munarman yang terkesan arogan, itu yang patut disayangkan," kata Bambang kepada Republika, Rabu (28/4).
Bambang mengkhawatirkan penangkapan itu malah menambah kebencian kubu ekstrimis terhadap kepolisian. Ia mengingatkan kepolisian memberlakukan sikap humanis terhadap siapa saja.
"Harusnya tim Densus 88 tetap harus mengedepankan pendekatan yang humanis, agar tak semakin menimbulkan kebencian simpatisan kelompok-kelompok terkait ekstrimisme," ujar Bambang.
Di sisi lain, Bambang menilai, penangkapan Munarman secara prosedur memang tidak salah. Munarman disangkakan dengan kejahatan terorisme sehingga tak dilayangkan surat pemanggilan.
"Munarman ditersangkakan terkait kejahatan terorisme yang merupakan extra ordinary crime. Jadi tidak bisa disamakan dengan kejahatan kriminal biasa. Dalam kasus extra ordinary crime, surat pemanggilan itu bisa diabaikan," ucap Bambang.
Sementara, pakar hukum Refly Harun meragukan tuduhan teroris yang dialamatkan kepada Munarman oleh kepolisian.
"Saya dari hati kecil tidak percaya juga kalau Munarman adalah seorang teroris kalau kita definisikan teroris pada definisi sesungguhnya, melakukan tindakan teror untuk menakut-nakuti masyarakat, pemerintah, dan lain sebagainya," kata Refly dalam video berjudul "Live! Munarman Teroris? Fadli Zon: Tuduhan Kurang Kerjaan!" yang diunggah di saluran YouTube-nya pada Rabu (28/4).
Refly mempertanyakan konstruksi hukum atas penangkapan Munarman. Menurutnya, teroris mestinya bergerak dalam senyap. Sedangkan Munarman selama ini kerap tampil di hadapan publik.
"Bukankah teroris sebenarnya harus diam-diam? Tapi kalau kritis iya, dia sangat kritis dan berani. Mudah-mudahan penegak hukum bisa membedakan antara hukum dan tindak pidana," ujar Refly.
Refly menyampaikan sosok Munarman memang selama ini kerap mengutarakan kritik terhadap pemerintah. Namun, tak lantas hal ini menjadikannya teroris.
"Kalau kritis terhadap pemerintahan iya, karena itu dia bergabung dengan FPI dan berani berkata keras, karena dia berlatar belakang hukum. Pernah jadi ketua YLBHI yang memang kelompok kritis pemerintah, dia gabung dengan FPI pun kritis," ujar Refly.
Oleh karena itu, Refly mengingatkan kepolisian mampu membedakan seseorang yang kritis dengan orang yang melakukan tindak pidana. Ia tak ingin para pengkritik pemerintah yang menjadi penyeimbang demokrasi justru dibungkam.
"Jangan sampai negeri ini sudah tidak bisa lagi membedakan antara seorang yang kritis dengan yang berbuat tindak pidana," ucap Refly.