REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kritikus Kremlin yang dipenjara, Alexei Navalny, mengecam sistem peradilan Rusia pada Kamis (29/4). Timnya mengatakan, Navalny menghadapi dakwaan pidana baru dan pembubaran jaringan kantor kampanye regional.
Dalam penampilan pertamanya sejak mendeklarasikan diakhirinya aksi mogok makan selama tiga minggu pekan lalu, Navalny, dengan kepala gundul, tetap menentang Kremlin. Dia pun menolak tuduhan dalam kasus terpisah yang mencemarkan nama baik seorang veteran Perang Dunia II.
"Saya menuntut agar orang-orang yang menandatangani (melawan dia), (dan) jaksa penuntut dibawa ke pengadilan pidana," ujar Navalny dengan kondisi kurus dan muka kelelahan.
Selain itu, setelah berminggu-minggu tekanan memuncak, sekutunya mengumumkan bahwa mereka membubarkan jaringan kantor kampanye di seluruh Rusia. Keputusan itu terjadi saat pengadilan mempertimbangkan akan menyatakan mereka dan Yayasan Anti-Korupsi (FBK) sebagai ekstremis.
Jika jaringan tersebut dinyatakan ekstremis, pihak berwenang akan mendapatkan kekuatan hukum untuk menjatuhkan hukuman penjara kepada para aktivis dan membekukan rekening bank. Pengadilan mengatakan pada Kamis bahwa mereka akan mengadakan sidang berikutnya dalam kasus tersebut pada 17 Mei.
"Mempertahankan kerja jaringan markas Navalny dalam bentuknya saat ini adalah tidak mungkin, itu akan segera ... mengarah pada hukuman pidana bagi mereka yang bekerja di markas, yang bekerja sama dengan mereka dan bagi mereka yang membantu mereka," kata satu sekutu dekat Navalny, Leonid Volkov, dalam video YouTube.
Volkov mengatakan, banyak kantor akan mencoba berfungsi sebagai struktur regional yang sepenuhnya independen yang dipimpin oleh para pemimpin sendiri. Saat ini, FBK sebagian telah dilarang mengakses rekening banknya dan mengorganisir protes serta menerbitkan artikel media.
Sekutu Navalny juga mengatakan kasus kriminal baru telah dibuka terhadapnya. Hal itu terjadi karena dugaan mendirikan organisasi nirlaba yang melanggar hak-hak warga negara.