REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Sumatra Utara (Sumut) telah menetapkan lima oknum dari Kimia Farma sebagai tersangka dalam kasus penggunaan alat rapid test antigen bekas di Bandara Kuala Namu Internasional (KNIA). Kelima oknum tersebut adalah DJ (20), SR (19), M (30), R (21), dan Bisnis Manager di laboratorium Kimia Farma di Kota Medan, berinisial PM (45).
"Sudah ditetapkan sebagai tersangka, tadi dirilis oleh Pak Kapolda. Semuanya ada lima orang seluruh orang Kimia Farma tidak ada dari pihak bandara," ujar Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Hadi Wahyudi saat dikonfirmasi, Kamis (29/4).
Selain ditetapkan sebagai tersangka, kata Hadi, kelimanya juga dilakukan penahanan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kelima tersangka tersebut diduga melakukan pelanggaran aturan karena mendaur ulang stik rapid test antigen dengan cara mencuci sendiri untuk digunakan kembali. "Sekarang mereka sudah kami tahan," tegas Hadi Wahyudi.
Dalam konferensi persnya, Kapolda Sumatra Utara, Irjen Panca Putra mengatakan, tersangka inisial PM adalah orang yang menyuruh untuk menggunakan alat antigen bekas. Rata-rata pasien yang dites swab antigen di Bandara Kualanamu berjumlah 250 orang per hari. Tetapi yang dilaporkan ke pihak Bandara dan Pusat Kantor Laboratorium Kimia Farma yang berlokasi di Jalan RA Kartini Medan adalah sekitar 100 orang.
"Rata-rata hasil dari keuntungan penggunaan cotton buds swab antigen bekas yang dibawa saudara SR ke PM. Sekitar Rp 30 juta yang akan digunakan untuk PM dan lembur karyawan," ungkapnya.
Selain menahan para tersangka, jajaran Polda Sumatra Utara juga menyita sejumlah barang bukti. Mulai alat rapid rest, brus swab, stik antigen, tabung, cairan buffer plastik ukuran 9 Ml, 2 buah stik control, dan juga uang sejumlah Rp 177 juta.
Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 98 ayat (3) Jo pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Kemudian juga diancam Pasal 8 huruf (b), (d) dan (e) Jo pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda Rp 2 miliar.