REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sempat menghindari wartawan saat ditanya soal kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Wakil Ketua DPR RI yang juga kader Partai Golkar, Azis Syamsuddin. Airlangga irit bicara saat dicecar pertanyaan oleh wartawan.
"Nanti ada waktunya. Ada waktunya ya," kata Airlangga dari dalam mobil usai menggelar pertemuan dengan PKS di Kantor DPP Partai Golkar, Kamis (29/4).
Sebelumnya, Ketua Dewan Etik Partai Golkar, Mohammad Hatta mengatakan, bahwa pihaknya masih menunggu jalannya proses hukum dugaan perkara suap yang melibatkan anggota penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial yang menyeret Azis. Sehingga, pihaknya tak ingin berspekulasi dengan kasus tersebut.
"Kita tidak perlu banyak berkomentar kemudian berspekulasi, juga kita harus mengedepankan dan tetap menghormati asas praduga tidak bersalah,” ujar Hatta saat dihubungi, Selasa (27/4).
Ia menjelaskan, Dewan Etik Partai Golkar tidak bisa tiba-tiba menggelar sidang etik sebelum adanya kepastian hukum. Pihaknya menegaskan, tetap menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap Azis Syamsuddin.
"Apa saja yang kita lihat ini mengarah kepada kemungkinan pelanggaran etik, itu kita tidak bisa istilahnya kemudian melakukan spekulasi begitu,” ujar Hatta.
Kasus dugaan suap yang mentersangkakan penyidik KPK, Stepanus Robin Pattuju dan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial diketahui ikut menyeret nama Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Azis disebut menjembatani pertemuan antara Robin dan Syahrial di rumah dinas Wakil Ketua DPR RI itu di Jakarta Selatan pada Oktober 2020 lalu.
In Picture: KPK Geledah Ruangan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin
Penyidik KPK pada hari ini mulai mengarahkan penyidikan kasus kepada Azis. Ruang kerja di Gedung DPR, rumah dinas, dan rumah pribadi Azis secara serentak digeledah.
Ketua KPK Firli Bahuri mengkonfirmasi serangkaian penggeledahan yang dilaksanakan oleh penyidiknya pada hari ini.
"Hari ini tim untuk penyidik KPK geledah di berbagai lokasi ruang kerja di DPR RI, rumah dinas dan rumah pribadi," kata Ketua KPK, Firli Bahuri di Jakarta, Rabu (28/4).
Dia mengatakan, penggeledahan dilakukan guna mencari bukti-bukti dan seseorang dapat menjadi tersangka karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan kecukupan alat bukti. Dia mengatakan, penetapan seseorang sebagai tersangka dilakukan bukan berdasarkan pendapat, persepsi dan bukan asumsi apalagi halusinasi.
"Kami akan dalami dan pelajari, telaah keterangan para saksi dan bukti-bukti lainnya untuk membuat terangnya suatu peristiwa, perbuatan dan siapa pelakunya," kata Firli lagi.