Jumat 30 Apr 2021 05:56 WIB

Pemprov Pastikan Mafia Karantina Bukan Pensiunan Disparekraf

Mafia karantina bukan ASN maupu pegawai PJLP dari Disparekraf DKI Jakarta

Rep: Flori Sidebang/ Red: Esthi Maharani
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (kiri) bersama Kapolresta Bandara Soekarno Hatta Kombes Pol Adi Ferdian Saputra (kanan) memberikan keterangan pers terkait kejahatan pelanggaraan kekarantinaan warga negara India di Mapolres Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (28/4/2021). Polda Metro Jaya bersama Polresta Bandara Soetta berhasil mengamankan 11 orang tersangka yang terdiri dari 7 orang WNA India dan 4 orang WNI yang menawarkan jasa bebas karantina setibanya di Indonesia dengan tarif Rp6,5 juta.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus (kiri) bersama Kapolresta Bandara Soekarno Hatta Kombes Pol Adi Ferdian Saputra (kanan) memberikan keterangan pers terkait kejahatan pelanggaraan kekarantinaan warga negara India di Mapolres Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (28/4/2021). Polda Metro Jaya bersama Polresta Bandara Soetta berhasil mengamankan 11 orang tersangka yang terdiri dari 7 orang WNA India dan 4 orang WNI yang menawarkan jasa bebas karantina setibanya di Indonesia dengan tarif Rp6,5 juta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) DKI Jakarta Gumilar Ekalaya mengatakan telah melakukan penelusuran terhadap pelaku kasus mafia karantina di Bandara Soekarno Hatta (Soetta). Ia memastikan oknum itu bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun pegawai Penyedia Jasa Perorangan Lainnya (PJLP) dari perangkat daerah tersebut.

Adapun tersangka mafia karantina di Bandara Soekarno-Hatta berinisial S diduga merupakan pensiunan Disparekraf DKI Jakarta. Hal itu diketahui berdasarkan barang bukti berupa kartu pas bandara yang diamankan oleh polisi dari tangan S. Kartu pas bandara adalah tanda izin masuk daerah terbatas di area bandara.

"Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penelusuran. Dapat dipastikan, dua oknum tersebut bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun pensiunan ASN," kata Gumilar, Kamis (29/4).

"Dua oknum tersebut juga tidak pernah tercatat sebagai pegawai Penyedia Jasa Perorangan Lainnya (PJLP) Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta," sambungnya.

Lebih lanjut, Gumilar menambahkan, Disparekraf DKI Jakarta memang memiliki booth Tourist Information Center (TIC) yang terletak di Terminal Kedatangan 2D Bandara Soekarno-Hatta dan menugaskan pegawai PJLP. Dengan ruang lingkup kerja untuk memberikan informasi pariwisata kepada wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara tentang pariwisata yang ada di Jakarta.

Namun, jelas dia, ruang kerja pegawai PJLP adalah di dalam booth Tourist Information Center (TIC) yang berlokasi di area umum bandara, dan tidak memiliki akses khusus di area terbatas Bandara Soekarno-Hatta. Gumilar pun menambahkan, pihaknya mendukung kepolisian untuk mengusut kasus ini dan menindak tegas para pelanggar.

"Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta selalu berupaya untuk melakukan tindakan pencegahan penyebaran virus Covid-19. Oleh karena itu, kami menyatakan sangat mendukung upaya pihak kepolisian untuk menindak tegas para pelanggar hukum," ujarnya.

Sebelumnya, tersangka mafia karantina di Bandara Soekarno-Hatta berinisial S adalah pensiunan Disparekraf DKI Jakarta. S memiliki kartu pas yang membuatnya bebas keluar-masuk di bandara.

"Kami dalami semua termasuk adanya kartu pas yang memang saudara S yang mengatur mulai dari menjemput dan ini memiliki kartu pas. Dia dulu mantan pegawai, pensiunan dari Pariwisata DKI, sudah pensiun," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Rabu (28/4).

Yusri mengatakan satu tersangka lainnya yang berinisial RW, yang merupakan anak tersangka S, juga mempunyai kartu akses serupa yang digunakan untuk keluar masuk bandara. "(Tersangka) tahu seluk beluk bandara bahkan bisa keluar. Kami masih dalami kartu pasnya termasuk anak S, RW sama, bisa ada kartu pas keluar masuk bandara, ini masih kita dalami," tambahnya.

Polda Metro Jaya telah menetapkan tiga mafia karantina berinisial antara lain S, RW dan GC serta konsumennya yang berinisial JD sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran aturan masuk Indonesia. Tersangka JD yang baru saja pulang dari India enggan dikarantina kemudian membayar Rp6,5 juta kepada S dan RW serta GC membantu JD masuk ke Indonesia tanpa dikarantina.

Pasal yang digunakan untuk menjerat keempat tersangka yakni Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement