REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah disebut bakal melakukan pelacakan konten-konten negatif yang diunggah para guru di akunnya di berbagai media sosial. Langkah itu dilakukan guna mencegah berkembangnya paham radikal di dunia pendidikan.
"Tracking (pelacakan) konten medsos guru maupun siswa itu telah dibahas dalam raker bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, ini menyangkut big data pendidikan," kata Wakil Ketua Komisi X DPR RI Agustina Wilujeng usai diskusi bertema 'Sekolah Tempat Menyemai Nilai-Nilai Pancasila dan Penangkal Radikalisme' di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (29/4).
Hal tersebut, kata Agustina, berkaitan dengan adanya laporan guru yang menganut paham radikal dan bertentangan dengan ideologi Pancasila sehingga dikhawatirkan yang bersangkutan menyebarkan kepada pelajar maupun masyarakat.
"Tracking guru dan kegiatan sekolah melalui akun milik guru dan siswa ini sudah trial. Jadi, nanti akan bisa mengetahui guru dan siswa ini aktivitasnya apa saja karena track record medsosnya bisa dibuka," ujar dia.
Politikus PDI Perjuangan ini mengatakan, salah satu cara sederhana melakukan pelacakan adalah guru diminta menjadi pengikut akun resmi medsos Kemendikbud. Sehingga dengan demikian akan lebih mudah mengetahui aktivitas medsosnya, termasuk saat guru menjadi narasumber, maka bisa diketahui apa saja yang disampaikan.
Agustina mendorong Mendikbud Nadiem Makarim untuk memanfaatkan teknologi guna memperkuat pendidikan karakter dan ideologi Pancasila karena mendapat laporan adanya guru yang memiliki paham radikal dan intoleran. Dia menyampaikan Pancasila harus diperkuat dan ditanamkan kembali sebagai pendidikan karakter di semua jenjang sekolah.
Terkait dengan hal itu, lanjut dia, guru menjadi faktor penting meskipun peran orang tua dan masyarakat juga menjadi kunci keberhasilannya agar pelajar memahami nilai-nilai Pancasila dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam diskusi yang sama, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jateng, H Tafsir, mengatakan, pendidikan Pancasila harus eksplisit ada dalam kurikulum pendidikan dan harus disebut langsung. Menurut dia, generasi terbaik sebuah negara adalah generasi pertama.
Pancasila, menurut dia, adalah semangat generasi pertama membangun negeri ini. "Maka, istilah Pancasila jangan diubah, biar semua generasi tahu. Tanamkan nilai-nilainya pada generasi selanjutnya," kata H Tafsir.
Hadir sebagai narasumber lainnya pada diskusi itu adalah Sekretaris Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud Sutanto, Bupati Semarang Ngesti Nugraha, dan Ketua Yayasan Mahardhika Satria Nugraha Valentina Dwi Kuntani.