Jumat 30 Apr 2021 22:10 WIB

Henry Percayakan Ketum Tegas Bersikap Terkait Kasus Azis

Keputusan Ketum Golkar untuk pecat Azis Syamsuddin menunggu Dewan Etik Partai

Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Henry Indraguna. Plt Ketua LKI (Lembaga Komunikasi dan Informasi) DPP Partai Golkar Henry Indraguna mengatakan, dugaan kasus tindak pidana korupsi yang mendera koleganya yakni Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin terkait suap kepada salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
Foto: .
Henry Indraguna. Plt Ketua LKI (Lembaga Komunikasi dan Informasi) DPP Partai Golkar Henry Indraguna mengatakan, dugaan kasus tindak pidana korupsi yang mendera koleganya yakni Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin terkait suap kepada salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Ketua LKI (Lembaga Komunikasi dan Informasi) DPP Partai Golkar Henry Indraguna mengatakan, dugaan kasus tindak pidana korupsi yang mendera koleganya yakni Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin terkait suap kepada salah satu penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus tetap menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).

Kasus yang melibatkan Azis, kata dia, sejatinya sudah diatur dan dijamin oleh Undang-Undang yakni bagi setiap orang yang diduga melakukan suatu tindak pidana korupsi sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) wajib dianggap masih merdeka. Artinya masih dijamin kemerdekaan hak asasinya untuk bebas bergerak dan beraktivitas sesuai hak-hak sebagai warga negara sesuai Undang-undang yang berlaku.

"Secara tegas diatur di dalam penjelasan pasal 3 huruf c KUHAP dan pasal 8 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: berdasarkan penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap," paparnya.

Sambung Henry, berdasarkan pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi: "Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap."