REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Mubalig Muda Indonesia (JAMMI) mengapresiasi sejumlah daerah yang melarang mudik tahun 2021. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan instruksi Menteri Dalam Negeri (Mandagri) Tito Karnavian agar setiap daerah membuat aturan larangan mudik lebaran guna mencegah penularan Covid-19.
"Saya menyakini apabila pemerintah daerah dibantu oleh Forkompinda (Forum Koordinasi Pimpinan Daerah) semuanya segera mengatur, mengendalikan mengenai disiplin protokol kesehatan saya yakin kenaikannya tidak seperti tahun lalu 93 persen," tuturnya.
Koordinator nasional JAMMI, Irfaan Sanoesi mengimbau agar pemda lain mengikuti kebijakan larangan mudik ini. Pasalnya kasus positif Covid-19 di Indonesia belum benar-benar reda. Bahkan menurutnya, jika lengah, maka akan meningkatkan kasus positif Covid-19 yang menyebar ke pelosok daerah.
Irfaan menjelaskan, kondisi India yang dihantam tsunami Covid-19 padahal pernah mengalami kurva landai beberapa saat. Namun semuanya berubah signifikan ketika masyarakatnya lengah dan tidak patuh pada prokes.
“Dalam sepekan terkahir, kondisi India sungguh mengiris-ngiris hati. Lonjakan kasus di India mencapai 380 ribu kasus baru dalam satu hari, dan 4.645 kasus kematian pada Kamis (29/4/2021) yang menurut ahli angka-angka ini jauh lebih rendah dari pada fakta di lapangan,” kata dia. “Apa yang terjadi akibat lonjakan ini? Rumah sakit penuh, sementara para pasien terkujur lemah di luar RS, jalan raya, bahkan angkutan umum.”
“Berbagai tempat seperti ruang parkir dijadikan lokasi dadakan untuk melakukan kremasi jasad. Sedangkan penggali kubur bekerja 24 jam karena kasus kematian terus melonjak,” ujar dia melanjutkan.
Dia menambahkan, India kini mulai kehabisan kasur di rumah sakit, obat-obatan, hingga tabung oksigen. Melihat penanganan pemerintah tak kunjung berimbas baik, dokter-dokter khawatir kondisi akan semakin memburuk sampai dua pekan ke depan.
Tsunami kasus Covid-19 di India bisa terjadi di mana saja termasuk di Indonesia. Para ahli menyebut lonjakan di India karena kerumunan massa.
Dia mengajak momentum puasa Ramadhan sekarang harus dijadikan momentum menahan hasrat ingin mudik ke kampung halaman. Menahan aktivitas masyarakat yang mengundang kerumunan. Jangan jadikan ritual keagamaan sebagai alasan untuk berkerumun di tengah virus Covid yang mengintai. Bilamana daerah tersebut berada di zona hijau atau kuning, harus tetap disiplin serta tidak lengah pada protokol kesehatan.
“Sebagaimana makna leksikal puasa adalah menahan. Kita wajib menahan diri untuk berkerumun bukber, menahan diri berkerumun untuk silaturahmi, dan menahan diri dari aktivitas-aktivitas yang menyebabkan lonjakan Covid-19,” imbuhnya. “Silaturahmi kepada orang tua penting. Tapi jauh lebih penting dan prioritas menjaga keselamatan orang tua dari Covid-19," kata dia
Dia menerangkan agama tidak menghendaki manusia menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan. Dalam konteks mudik di tengah pendemi Covid-19, sebaiknya tidak mudik dahulu dan lebih baik memanfaatkan saluran teknologi.
“Wa laa tulquu biadiikum ilat tahlukah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. Islam tidak membenarkan memaksakan kehendak yang menimbulkan kebinasaan. Sebagaimana kondisi hari ini, agar tidak menimbulkan penularan ke orang-orang yang kita cintai, sebaiknya tidak mudik untuk menjaga keselamatan bersama,” kata dia.