REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dua negara Muslim yang selama ini berseteru dan memperebutkan pengaruh di kawasan Timur Tengah, yakni Arab Saudi dan Iran, kini memasuki babak baru dalam kerja sama regional.
Putra mahkota Arab Saudi mengatakan dalam wawancara yang disiarkan televisi minggu ini bahwa negaranya menginginkan hubungan baik dengan Iran. Pernyataan ini menandai berakhirnya sikap keras Riyadh terhadap Teheran.
"Kami ingin Iran yang sejahtera dan memiliki kepentingan bersama satu sama lain, tetapi masalah kami adalah tindakan negatif mereka, seperti program nuklirnya atau dukungan untuk milisi terlarang di kawasan itu, atau program rudal balistiknya," kata bin Salman kepada Al Arabiya TV.
“Kami bekerja dengan mitra kami untuk mengatasi masalah ini, dan kami berharap dapat mengatasinya dan memiliki hubungan yang baik dan positif dengan semua orang," tambah dia.
Harian Inggris The Financial Times baru-baru ini bahkan melaporkan bahwa delegasi Saudi dan Iran telah bertemu di ibu kota Irak, Baghdad, pada 9 April. Menurut laporan itu, pertemuan tersebut ditujukan untuk meredakan ketegangan antara rival regional. Serangan terhadap Arab Saudi oleh pemberontak Houthi Yaman juga menjadi bagian dari diskusi.
Laporan itu mengklaim kedua belah pihak sepakat mengadakan putaran pembicaraan lagi. Ajakan Arab Saudi ini tidak bertepuk sebelah tangan. Iran menyambut baik perubahan pendekatan Arab Saudi terhadap hubungan Teheran-Riyadh.
Kementerian Luar Negeri Iran pada Kamis menyambut baik pernyataan Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman tentang hubungan Teheran dan Riyadh. "Iran dan Arab Saudi, sebagai dua negara penting di kawasan dan dunia Muslim, dapat memasuki babak baru interaksi dan kerja sama untuk mencapai perdamaian, stabilitas, dan pembangunan kawasan dengan mengadopsi pendekatan konstruktif dan berbasis dialog," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh dalam sebuah pernyataan.