REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi guru besar mengirimkan surat ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka meminta agar MK mengabulkan uji materi revisi UU KPK dan membatalkan pengundangan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
Koalisi guru besar menilai, substansi UU No 19 Tahun 2019 secara jelas telah melumpuhkan KPK baik dari sisi profesionalitas dan integritas. Alih-alih memperkuat, eksistensi UU tersebut justru memperlemah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK.
"Kami menaruh harapan besar pada Mahkamah Konstitusi untuk mengembalikan kondisi pemberantasan korupsi seperti sedia kala," kata surat pernyataan koalisi guru besar seperti diterima, Sabtu (1/5).
Koalisi guru besar mengungkapkan bahwa masalah UU hasil revisi mulai hilangnya independensi, pembentukan dan fungsi berlebih Dewan Pengawas, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sampai pada alih status kepegawaian KPK ke ASN. Akibatnya, perubahan politik hukum pemerintah dan DPR itu terdapat persoalan serius yang berimplikasi langsung pada penanganan perkara tindak pidana korupsi.
"Dua diantaranya, kegagalan KPK dalam memperoleh barang bukti saat melakukan penggeledahan di Kalimantan Selatan dan penerbitan SP3 untuk perkara mega korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)," kata pernyataan tersebut.
Mereka melanjutkan, KPK saat ini juga mengalami degradasi etika yang cukup serius. Hal itu dimulai dari pelanggaran kode etik, pencurian barang bukti dan praktek penerimaan gratifikasi serta suap untuk menghentikan perkara korupsi yang ditangani.
"Pelan tapi pasti telah merusak reputasi KPK yang sejak lama justru jadi barometer badan antikorupsi yang cukup ideal," ujarnya.
Mereka menilai bahwa kondisi itu telah membuat nasib pemberantasan korupsi di Indonesia tengah berada di ujung tanduk. Hal tersebut tercermin dalam Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 lalu.
Tak hanya itu, kepercayaan publik kepada KPK merosot drastis sepanjang tahun 2020 bila berkaca dari hasil-hasil riset yang dikerjakan delapan lembaga survei. Hal itu berdampak pada kepercayaan publik kepada KPK juga merosot drastis.
Koalisi guru besar menilai bahwa sepanjang 2020 semenjak UU KPK baru berlaku, KPK semakin menjauh dari ekspektasi publik. Mereka juga menyoroti proses pengesahan revisi UU KPK yang dikerjakan secara kilat serta mengabaikan partisipasi publik lantaran prosesnya yang tertutup dan tidak akuntabel.
"Jika praktik ini dianggap benar bukan hanya isu tertib hukum saja yang dilanggar, namun jauh lebih esensial, yakni mempertaruhkan masa depan kehidupan demokrasi di Indonesia," tulis koalisi.
Adapun 51 guru besar yang tergabung dalam Koalisi tersebut antara lain Guru Besar FEB UI Emil Salim, Guru Besar FH UI Sulistyowati Irianto, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto, Guru Besar FH UII Ni'matul Huda, Guru Besar STF Driyarkara Franz Magnis-Suseno, dan Guru Besar FISIP Unair Ramlan Surbakti.