Sabtu 01 May 2021 15:09 WIB

KPK Segera Periksa Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin

KPK pastikan akan periksa Azis Syamsuddin dalam perkara dugaan suap penyidik KPK.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan memeriksa seluruh pihak yang mengetahui perkara dugaan suap yang dilakukan terhadap penyidik, Stepanus Robin Pattuju (SRP). Hal tersebut termasuk pemanggilan Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin untuk diperiksa sebagai saksi.

"Kami memastikan siapapun yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara ini tentu akan kami panggil sebagai saksi," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Sabtu (1/5).

Baca Juga

Ali mengatakan, pemeriskaan terhadap saksi dalam proses penyidikan dilakukan terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui rangkaian peristiwa perkara tersebut. Dia melanjutkan, pemeriksaan itu diperbuat dengan tujuan untuk membuat terang perkara yang dimaksud.

"Pihak siapa saja yang akan kami panggil sebagai saksi dalam perkara ini dan kapan waktunya tentu akan kami informasikan lebih lanjut," katanya lagi. 

Meskipun, dia tidak merinci waktu pemeriksaan atau pemberian surat panggilan terhadap Azis Syamsuddin. Sebelumnya, KPK telah meminta imigrasi melakukan pencekalan terhadap Azis Syamsudin. Larangan berpergian ke luar negeri terhadap politisi Golkar itu juga dilakukan terhadap dua orang lainnya dari pihak swasta, Agus Susanto dan Aliza Gunado.

"Benar KPK telah mengajukan permohonan pencekalan atas nama Azis Syamsuddin dan dua orang lainnya kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham RI," kata Ali Fikri, Jumat (30/4).

Dia mengatakan, pencekalan tersebut terhitung mulai Rabu (27/4). Ali menjelaskan bahwa langkah pencegahan ke luar negeri ini dalam rangka kepentingan percepatan pemeriksaan dan menggali bukti-bukti lain agar pada saat dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak tersebut tetap berada di Indonesia.

Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia juga telah menerima dan melakukan pencekalan tersebut. Imigrasi mengatakan bahwa pencekalan ketiga orang tersebut berlaku selama enam bulan ke depan sesuai peraturan

Seperti diketahui, KPK menetapkan mantan wali kota Tanjung Balai, M Syahrial (MS) sebagai tersangka dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara. Dia ditetapkan bersama dengan penyidik KPK dari kepolisian Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan seorang pengacara Maskur Husain (MH).

SRP diduga melakukan pemerasan kepada MS agar KPK menghentikan penyidikan terhadap tersangka wali kota Tanjung Balai tersebut. Sedangkan Azis Syamsuddin disebut-sebut menjembatani pertemuan antara SRP dan MS di rumah dinas Wakil Ketua DPR RI di Jakarta Selatan pada Oktober 2020 lalu.

Selanjutnya, SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang sebesar Rp 1,5 Miliar.

MS lantas menyetujui permintaan SRP dan MH dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik teman dari saudara SRP, RA. MS juga memberikan uang secara tunai sehingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp 1,3 Miliar.

Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK. Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta.

Untuk kepentingan penyidikan, tersangka SRP dan MH masing-masing untuk 20 hari ke depan terhitung mulai 22 April 2021 sampai dengan 11 Mei 2021. SRP di tahan pada Rutan KPK Gedung Merah Putih, MH ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur sedangkan MS saat ini masih dalam pemeriksaan di Polres Tanjung Balai.

Atas perbuatan tersebut, SRP dan MH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan MS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement