REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI - Sudah 25 tahun Sayyed Munir Kamruddin bekerja sebagai penggali kubur di sebuah pemakaman di New Delhi, India. Belakangan ini, dia harus lebih bergumul dengan pekerjaannya karena banyak korban Covid-19 yang mesti dimakamkan.
“Ini satu-satunya pekerjaan kami. Mengambil jenazahnya, mengeluarkannya dari ambulans, dan kemudian menguburnya,” kata Kamruddin, seraya menambahkan bahwa dia belum pernah libur dalam setahun.
Dua atau tiga bulan setelah India menghadapi krisis Covid-19, Kamruddin berhenti memakai alat pelindung diri saat melakoni pekerjaannya. “Saya tidak takut dengan Covid, saya telah bekerja dengan keberanian. Ini semua tentang keberanian, bukan tentang ketakutan,” ucapnya.
Kamruddin, yang saat ini berusia 52 tahun, adalah seorang Muslim. Dia terpaksa tak berpuasa pada Ramadhan tahun ini karena pekerjaannya terlalu berat. “Pekerjaan saya sangat keras dan selalu merasa haus. Saya perlu menggali kuburan, menutupinya dengan lumpur, perlu membawa mayat. Dengan semua pekerjaan ini, bagaimana saya bisa berpuasa?” katanya.
Kendati harus banting tulang lebih keras, Kamruddin mengaku tak mengharapkan bantuan apa pun dari pemerintah. “Kepercayaan kami pada masjid kami sangat kuat. Pemerintah tidak akan memberi kami apapun. Kami bahkan tidak menginginkan apa pun dari pemerintah," ujar Kamruddin.
Saat ini India tengah dihantam gelombang kedua Covid-19. Selama sepekan terakhir, negara tersebut konsisten melaporkan lebih dari 300 ribu kasus baru setiap harinya. Hingga Ahad (2/5), jumlah kasus di sana sudah melampaui 19,5 juta, sedangkan total korban meninggal sebanyak 215 ribu jiwa.
Dengan kasus baru dan kematian yang melonjak signifikan, sistem kesehatan dan krematorium India kewalahan. Di New Delhi, ambulans telah membawa jenazah korban Covid-19 ke krematorium darurat di taman dan tempat parkir. Di sana jenazah dibakar di barisan kayu bakar.
Para ilmuwan yang tergabung dalam Indian SARS-CoV-2 Genetics Consortium (INSACOG) mengatakan telah menemukan lebih banyak mutasi Covid-19 di negara tersebut. Mereka menilai hal itu perlu dilacak dengan cermat.
“Kami melihat beberapa mutasi (Covid-19) muncul pada beberapa sampel yang mungkin dapat menghindari respons kekebalan,” kata Ketua INSACOG Shahid Jameel saat diwawancara Reuters, Sabtu (1/5). Jameel adalah seorang virolog ternama India.
Dia menjelaskan, virus-virus tersebut mesti dibiakkan dan diuji di laboratorium guna memastikan. “Saat ini, tidak ada alasan untuk percaya bahwa mereka berkembang atau apakah mereka bisa berbahaya, tapi kami menandainya sehingga kami bisa mengawasinya,” ucap Jameel.
INSACOG adalah sebuah forum penasihat ilmiah yang dibentuk Pemerintah India. INSACOG menyatukan 10 laboratorium penelitian nasional.