UMM Bahas Muhammadiyah dan Perdamaian dalam Syiar Ramadan
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Erik Purnama Putra
Acara Syiar Ramadan in Campus 1442 Hijriah di Universitas Muhammadiyah Malang. | Foto: Dok UMM
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyelenggarakan kembali Syiar Ramadan in Campus 1442 Hijriah. Salah satu rangkaiannya tentang kajian tematik Muhammadiyah dan Perdamaian.
Pendiri Peace Generation Indonesia, Irfan Amalee menjelaskan kaitan Muhammadiyah dengan perdamaian melalui kuis yang diberikan pada awal materi. Melalui berbagai pertanyaan tersebut, Irfan menuturkan, sejak dulu Muhammadiyah telah aktif dalam misi perdamaian.
"Misalnya, pada tahun 2003 yang mana mereka mengirim dan membagi tim ke Indonesia timur dan barat untuk melerai konflik," katanya di kampus UMM, Tlogomas, Kota Malang, Jawa Timur, akhir pekan lalu.
Menurut dia, Muhammadiyah juga kerap mengundang berbagai tokoh yang berseberangan untuk memberikan pandangan baru. Mengutip perkataan Ahmad Dahlan, Irfan menyebut, tokoh yang tidak percaya Tuhan saja sangat menjunjung tinggi kemanusiaan. Apalagi masyarakat Muslim seharusnya bisa lebih dari mereka.
Menurut Irfan, paham perdamaian telah diserukan oleh Islam sejak dulu. Saat Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, ia menyampaikan tiga perintah utama. Hal ini dimulai dari perdamaian, kepedulian, dan silaturahim. Hal itu pula yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan dalam menyebarkan Islam di Indonesia.
Irfan mengatakan, perdamaian dan keadilan harus berjalan beriringan dan bersama. Setidaknya ada tiga jalan untuk menuju perdamaian tersebut. Pertama, Muslim harus berdamai dengan diri sendiri. Kemudian harus memiliki cara pandang yang benar kepada orang lain. "Terakhir, kita harus belajar dan menguasai skill of conflict," ucap Irfan.
Menurut Irfan, inti dari jalan menuju perdamaian itu membangun empati dan pikirian kreatif. Jika individu tidak memiliki hal tersebut, maka akan mudah terprovokasi dan memicu konflik. Oleh karena hal tersebut, Irfan memberikan tips dalam mengasah empati dan creative thinking.
Pertama, bertanya sebelum menghakimi. Kemudian aktif untuk mendengarkan pendapat orang lain. "Terakhir, mau melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda," jelas Irfan.