REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO—Parlemen Sri Lanka telah menyetujui larangan cadar dengan alasan bahwa kain penutup kepala dan wajah kecuali area mata itu dapat menimbulkan ancaman bagi keamanan nasional.
Pengajuan larangan yang diajukan Menteri Kementerian Umum Sarath Weerasekera itu sebelumnya dikritik pakar PBB karena dianggap melanggar hukum internasional.
Dalam proposalnya, Weerasekara mencirikan kerudung yang menutupi tubuh dan wajah yang dikenakan beberapa wanita Muslim sebagai tanda ekstremisme agama dan mengatakan pelarangan akan meningkatkan keamanan nasional. Proposal yang telah disetujui parlemen itu kini akan diproses untuk menjadi undang-undang.
Sebelumnya, pemakaian niqab dan burqa sempat dilarang, sementara pada 2019 setelah serangan bom bunuh diri pada Minggu Paskah, menewaskan lebih dari 260 orang. Dua kelompok ekstremis Islam lokal yang telah berjanji setia kepada Negara Islam (ISIS) diklaim sebagai dalang atas serangan di enam lokasi, dua gereja Katolik Roma, satu gereja Protestan, dan tiga hotel teratas.
Sementara itu, bulan lalu, Duta Besar Pakistan Saad Khattak menge-tweet bahwa pelarangan akan melukai perasaan umat Islam. Pelapor khusus PBB untuk kebebasan beragama, Ahmed Shaheed, menge-tweet bahwa larangan itu tidak sesuai dengan hukum internasional dan hak untuk kebebasan berekspresi beragama.
Baca juga : Dalam 5 Tahun, Jumlah Muslim Jerman Naik 1 Juta Lebih
Adapun populasi Muslim berjumlah sekitar 9 persen dari 22 juta penduduk Sri Lanka, dengan Buddha terhitung lebih dari 70 persen. Etnis minoritas Tamil, yang sebagian besar beragama Hindu, berjumlah sekitar 15 persen.
Sumber: alaraby