Senin 03 May 2021 13:20 WIB

Inggris akan Kirim Lagi 1.000 Ventilator ke India

Layanan kesehatan di India kolaps lantaran meroketnya angka infeksi Covid-19

Rep: Idealisa Masyrafina/Antara/ Red: Christiyaningsih
Tenaga kesehatan membawa pasien Covid-19 di rumah sakit pemerintah Covid-19, Ahmedabad, India, Selasa (27/4). Kasus Covid-19 di India melonjak lebih cepat daripada di tempat lain di dunia. Tercatat angka kematian di India akibat virus Covid-19 telah mencapai 200.000 jiwa. (AP Photo/Ajit Solanki)
Foto: AP/Ajit Solanki
Tenaga kesehatan membawa pasien Covid-19 di rumah sakit pemerintah Covid-19, Ahmedabad, India, Selasa (27/4). Kasus Covid-19 di India melonjak lebih cepat daripada di tempat lain di dunia. Tercatat angka kematian di India akibat virus Covid-19 telah mencapai 200.000 jiwa. (AP Photo/Ajit Solanki)

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON - Inggris akan mengirim lagi 1.000 ventilator ke India, kata pemerintah pada Ahad (2/5). Bantuan ini diberikan guna meningkatkan dukungannya saat sistem kesehatan India berjuang menangani lonjakan tajam kasus Covid-19.

India melaporkan lebih dari 300.000 kasus harian Covid-19 selama 10 hari lebih secara beruntun, sehingga menyebabkan rumah sakit, kamar mayat dan krematorium kewalahan. Pemerintah Inggris sebelumnya setuju untuk mengirim 600 perangkat medis, termasuk ventilator dan konsentrator oksigen.

Baca Juga

"Dukungan ini akan langsung membantu memenuhi kebutuhan genting di India, terutama oksigen untuk pasien," kata Menteri Luar Negeri Dominic Raab.

"Kami bermaksud membantu rekan kami India di saat mereka membutuhkan," jelasnya.

Pejabat kesehatan senior Inggris juga telah berbicara kepada mitra mereka di India untuk memberikan arahan. Negara lain seperti Amerika Serikat, Jerman, dan Pakistan juga memberikan dukungan saat jumlah infeksi harian Covid-19 di India mencapai 392.488, dengan total kematian lebih dari 215.000.

Dukungan terbaru dari Inggris muncul menjelang percakapan via telepon antara Perdana Menteri Boris Johnson dan Narendra Modi yang dijadwalkan pada Selasa, yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan bilateral. Percakapan itu menggantikan kunjungan Johnson yang direncanakan pada April tapi batal dilakukan karena lonjakan kasus Covid-19.

Pemerintah Modi enggan menerapkan lockdown COVID-19 nasional. Akan tetapi hampir 10 negara bagian dan wilayah persatuan India telah mengadopsi berbagai bentuk pembatasan.

New Delhi mengancam akan menghukum pejabat pemerintah yang gagal mengirimkan pasokan alat penyelamat nyawa, karena India terus memerangi gelombang virus corona yang menghancurkan yang telah membanjiri banyak rumah sakitnya.

Rumah sakit berjuang untuk mengamankan pasokan oksigen yang stabil, menyebabkan lebih banyak pasien Covid-19 meninggal di tengah kekurangan. New Delhi memperpanjang lockdown selama sepekan karena terus memerangi gelombang infeksi.

Pada Sabtu (2/5), 12 pasien termasuk seorang dokter, dengan aliran oksigen tinggi, meninggal di sebuah rumah sakit di ibu kota setelah kehabisan persediaan selama 80 menit.

Pemerintah telah menggunakan rel kereta api, angkatan udara dan angkatan laut untuk membawa kapal tanker oksigen ke daerah yang paling parah terkena dampak. Beberapa otoritas rumah sakit meminta intervensi pengadilan karena kurangnya persediaan.

"Sudah cukup. Kami tidak bisa membiarkan orang sekarat," kata Pengadilan Tinggi New Delhi. Pengadilan menambahkan akan mulai menghukum pejabat pemerintah jika pasokan oksigen yang dialokasikan ke rumah sakit tidak terkirim.

New Delhi mencatat 412 kematian dalam 24 jam terakhir, tertinggi sejak pandemi dimulai. Tentara membuka rumah sakitnya untuk warga sipil dalam upaya putus asa untuk mengendalikan krisis kemanusiaan besar-besaran.

Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi juga memberikan kekuatan keuangan darurat kepada tentara untuk mendirikan fasilitas karantina dan rumah sakit baru, serta untuk membeli peralatan.

Militer juga memanggil 600 dokter yang telah pensiun dalam beberapa tahun terakhir. Angkatan laut mengerahkan 200 asisten perawat di rumah sakit sipil.

sumber : Reuters/Euronews
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement