REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rizkyan Adiyudha
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lili Pintauli Siregar terkait dugaan ada komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai, tidak jelas dan cenderung bersifat ambigu. Sebab, satu sisi Lili mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka, namun pada bagian lain, Lili menyebutkan tidak dapat menghindari komunikasi dengan para kepala daerah.
“Patut untuk dicermati, tindakan menjalin komunikasi dengan pihak yang sedang berperkara merupakan pelanggaran hukum dan etik bagi setiap pegawai, pimpinan, maupun Dewan Pengawas KPK,” kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (3/5).
Kurnia mengingatkan, dua konsekuensi itu diatur secara jelas dalam Pasal 36 jo Pasal 65 UU KPK dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan bagian Integritas angka 11 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020. Menurut Kurnia, jika nantinya terbukti ada komunikasi diantara keduanya tanpa dilandasi dengan bukti pelaksanaan tugas, maka Lili Pintauli dapat diproses hukum dan etik.
Kejadian Lili Pintauli ini, lanjut Kurnia, sama dengan yang dialami Ketua KPK, Firli Bahuri, ketika masih menjabat Deputi Penindakan. Kala itu, Firli Bahuri terbukti melakukan pelanggaran etik berat lantaran berhubungan dengan kepala daerah di Nusa Tenggara Barat (NTB) yang sedang dalam proses hukum di KPK.
Oleh karenanya, ICW mendesak kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK untuk segera memanggil Lili Pintauli atas dugaan pelanggaran kode etik.
“Tidak hanya itu, Dewas juga mesti menyita alat komunikasi yang selama ini digunakan oleh Lili Pintauli Siregar,” kata Kurnia.
Perihal penyitaan alat komunikasi, hal itu tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, tepatnya bagian Integritas nomor 13 yang berbunyi, "Setiap Insan KPK wajib memberikan akses kepada Dewas terhadap seluruh fasilitas dan benda milik pribadi yang digunakan dalam pekerjaan seperti alat komunikasi untuk kepentingan pemeriksaan dan penegakan dugaan pelanggaran berat kode etik."
Penyitaan dinilai penting untuk menelusuri dua isu, yakni apakah benar ada komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai setelah yang bersangkutan resmi diselidiki oleh KPK. Serta, untuk mendalami apakah ada komunikasi lain dengan kepala daerah yang juga sedang diusut perkaranya oleh KPK
“Kedua, Kedeputian Penindakan KPK harus memanggil Lili Pintauli sebagai saksi untuk menelusuri satu isu penting, yakni apakah ada kaitan antara Azis Syamsuddin, LPS, Penyidik Robin, dan Syahrial?” kata Kurnia.
Terakhir, tambah dia, untuk mencegah konflik kepentingan, maka Lili Pintauli tidak boleh dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan perkara suap dan gratifikasi penyidik Robin.
In Picture: Perkenalan Dewan Pengawas KPK Pengganti Artidjo Alkostar
Pada pekan lalu, Lili Pintauli Siregar memastikan dirinya tak pernah menjalin komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
"Saya tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan, apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," ujar Lili dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/4).
Lili menyebut dirinya tetap memegang etika sebagai insan KPK yang harus membatasi diri dalam berkomunikasi dengan siapa pun, terlebih kepada pejabat negara yang terseret kasus korupsi. Ia memastikan sebagai komisioner KPK akan selalu fokus di bidang pencegahan.
Meski demikian, ia juga tak menampik kerap berkomunikasi dengan pejabat negara. Namun, hanya sebatas mengingatkan untuk menghindari praktik yang berujung tindak pidana korupsi.
"Sebagai pimpinan KPK khususnya dalam bidang pencegahan, saya tentu tidak dapat menghindari komunikasi dengan seluruh kepala daerah dan komunikasi yang terjalin tentu saja terkait tugas KPK dalam melakukan pencegahan," kata Lili.
Terlebih, sebelum menjadi Wakil Ketua KPK, Lili merupakan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Lili menyebut dirinya tak mau memutus hubungan silaturahmi dengan pejabat negara yang dia kenal saat menjabat pimpinan di LPSK. Namun, dia memastikan tahu akan batasan-batasannya.
"Komunikasi saya dengan siapa pun, khususnya dengan pejabat publik selalu juga saya mengingatkan untuk selalu bekerja dengan baik dan hindari praktik korupsi, dan saya selalu juga menjaga selektivitas untuk komunikasi menjaga harkat dan martabat terhadap diri saya sebagai insan KPK maupun sebagai marwah lembaga KPK," kata Lili.
Lili juga menegaskan pihaknya berkomitmen mengusut tuntas perkara dugaan suap penanganan perkara di Pemkot Tanjungbalai.
"Saya juga pastikan KPK tegas memproses tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka MS dan juga perkara lainnya ada yang melibatkan penyidik KPK SRP dan juga dugaan pelanggaran etik yang dilakukan SRP melalui Dewas," ucap Lili.
Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengaku mendengar informasi, Wali Kota Tanjungbalai Syahrial sempat menghubungi Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terkait penyelidikan dugaan korupsi jual-beli jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.
"Saya mendengarnya begitu, bahwa Wali Kota Tanjungbalai berusaha menjalin komunikasi dengan Bu Lili. Tapi apakah Bu Lili menanggapi atau menindaklanjuti seperti apa, saya belum ada informasi. Tapi setidaknya wali kota punya nomornya Bu Lili," kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (26/4).
Menurut Boyamin, Syahrial beberapa kali mencoba menghubungi Lili. Tetapi dia tidak mengatahui secara pasti, apakah Lili merespons tindakan Syahrial.
Boyamin memandang, seharusnya Lili dengan tegas memblokir nomor Syahrial. Karena kini posisinya sebagai Pimpinan KPK. Boyamin kemudian meminta, Dewan Pengawas KPK melakukan penyelidikan terkait hal ini.
"Maka dari itu untuk mendalami semua ini, harusnya Dewan pengawas mulai melakukan penyelidikan dan proses-proses sidang dewan etik mulai sekarang, melakukan investigasi dan klarifikasi tanpa harus menunggu proses pidananya. Karena ini harus saling menunjang," kata Boyamin.
Adapun, Dewas KPK mengaku belum bisa menindaklanjuti perihal upaya kontak yang dilakukan tersangka mantan wali kota Tanjung Balai, M Syahrial terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Meskipun dewas mengaku tengah memeriksa informasi tersebut.
"Kami dewas sudah mendengar itu, dengan membaca itu tentunya kalau (bukti) sekedar begitu, kuranglah," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean di Jakarta, Kamis (29/4).
Menurut Tumpak, Dewas KPK memerlukan bukti yang lebih akurat terkait fakta upaya kontak tersebut. Dia melanjutkan, Dewas KPK tidak bisa melakukan pemeriksaan atau sidang etik terhadap Lili Pintauli jika tidak memiliki bukti yang cukup.
"Tadi kami sudah sampaikan nama orangnya, MAKI ya, kami juga sudah berhubungan dengan MAKI, tolong sampaikan kalau ada," katanya.