Senin 03 May 2021 13:59 WIB

Nelayan Korsel Protes Rencana Jepang Buang Limbah Nuklir

Limbah nuklir dikhawatirkan akan mencemarkan perairan Korsel.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
 Sebuah foto udara menunjukkan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di kota Okuma, Prefektur Fukushima pada Januari 2021.
Foto: AP/Kota Endo/Kyodo News
Sebuah foto udara menunjukkan pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi di kota Okuma, Prefektur Fukushima pada Januari 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Industri perikanan Korea Selatan (Korsel) terancam oleh rencana Jepang membuang limbah nuklir Fukushima ke laut. Salah satu nelayan yang merasakan kekhawatiran itu adalah Lee Dong-ho. 

Ia telah mencari ikan di perairan Korsel dekat Jepang selama 40 tahun dan kini putra tertuanya mengambil alih usaha keluarga. Lee berternak ikan kakap, teri, kembung dan ekor kuning serta mengelola pengeringan dan pemrosesan ikan.

Baca Juga

"Kami dikelilingi tiga sisi laut," kata Lee yang tinggal di desa Dadae Pulau Geoje seperti dikutip Aljazirah, Senin (3/5).

Dalam 30 tahun terakhir Korsel mengubah industri perikanannya yang dikritik terlalu berlebihan. Lee mewakili perubahan positif tersebut. Sebagian besar bisnisnya melibatkan ikan yang diternakkan dan mengurangi penangkapan ikan di laut lepas yang menghasilkan dari setengah produksi makanan laut Korsel.

Namun industri senilai 9 miliar dolar AS per tahun itu menghadapi tantangan baru. Bulan lalu Jepang mengumumkan berencana membuang lebih dari satu juta ton limbah bencana nuklir Fukushima ke Laut Pasifik.

"Ketika air limbah Fukushima dilepaskan, orang-orang akan menghindari makanan laut dan nelayan akan kehilangan pekerjaan mereka," kata Lee.

Koalisi nelayan Korsel salah satu penentang paling vokal  rencana kontroversial tersebut. Para nelayan mengibarkan bendera-bendera protes di kapal-kapal mereka. "Industri kami sedang menghadapi upaya pengrusakan yang parah, hanya dengan kekhawatiran masyarakat kemungkinan produk-produk laut terkontaminasi radioaktif," kata koalisi 25 organisasi nelayan dalam protes tertulis mereka ke Kedutaan Besar Jepang bulan lalu.

Jepang mengumumkan rencana yang ditentang China dan Korsel ini pada 13 April lalu. Tokyo ingin membuang air yang digunakan untuk mendinginkan reaktor nuklir Fukushima sejak pembangkit tenaga nuklir itu hancur oleh tsunami tahun 2011 lalu.

Para aktivis menginap di depan Kedutaan Besar Jepang. Puluhan organisasi menuntut Tokyo membatalkan rencana yang menurut mereka akan menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat parah. Para aktivis juga mengirimkan petisi dan sejumlah mahasiswa menyukur habis rambut mereka sebagai bentuk protes.

Presiden Moon Jae-in menentang keras keputusan Jepang dan memerintahkan pejabatnya untuk mencari cara hukum untuk menghalangi Jepang membuang limbah nuklir itu ke laut. Nelayan Korsel khawatir rencana Jepang membahayakan mata pencaharian mereka.

Gubernur-gubernur Pulau Jeju, Provinsi Gyeongsang dan Walikota Busan dan kota-kota lainnya sudah meminta Jepang membatalkan rencana tersebut. Mereka mendesak pemerintah pusat untuk mengambil tindakan yang lebih keras.

"Laut sumber daya yang penting bagi wilayah Geoje tidak hanya pariwisata tapi juga ekosistem yang menjamin mata pencaharian nelayan Korea," kata Walikota Pulau Geoje Byun Kwang-yong.

Jepang bersikeras air yang digunakan untuk menghilangkan partikel radioaktif berbahaya itu aman. Mereka akan mulai melepaskan limbah dalam dua tahun ke depan.

Kantor berita Korsel, Yonhap melaporkan diperkirakan butuh waktu satu tahun hingga limbah itu sampai ke perairan Korsel. Tapi beberapa pihak menilai hanya butuh 200 hari limbah itu sampai ke Negeri Ginseng. "Pada akhirnya akan mengalir ke Korea Selatan dan laut sekitar Pulau Geoje," kata Byun.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement