REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, laju inflasi pada bulan April 2021 sebesar 0,13 persen. Angka inflasi tersebut mengalami kenaikan dari posisi Maret 2021 maupun April 2020 yang masing-masing sebesar 0,08 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, mengatakan, kenaikan inflasi yang terjadi hanya karena adanya momentum Ramadhan yang pasti meningkatkan belanja masyarakat. Ia pun memperkirakan kenaikan inflasi akan kembali terjadi pada Mei 2021 dan kembali turun seperti sebelum Ramadhan.
"Inflasi ini hanya karena ada pengungkit Ramadhan sehingga lebih kepada temporer, daya beli saat ini memang naik karena ada THR misalnya," kata Rusli kepada Republika.co.id, Senin (3/5).
Namun, ia mengatakan, kondisi riil yang sebenarnya terjadi masih belum jauh berbeda dengan situasi sebelumnya. Pasalnya, hingga saat ini juga masih terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menunjukkan situasi perekonomian belum membaik.
BPS mencatat setidaknya ada lima kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi sepanjang April 2021. Di antaranya, perawatan pribadi dan jasa lainnya (0,29 persen); perlengkapan, peralatan, dan pemeliharaan rutin rumah tangga (0,26 persen); penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,21 persen); makanan, minuman, dan tembakau (0,20 persen), serta pakaian dan alas kaki (0,19 persen).
Menurut Rusli angka-angka inflasi yang terbentuk itu lebih karena adanya peningkatan permintaan yang dipicu oleh momentum Ramadhan. "Nanti setelah Mei inflasi bisa turun lagi seperti Februari, akan drop lagi karena aktivitas konsumsi sudah melemah," kata dia.
Adapun angka inflasi inti yang biasanya dicerminkan sebagai indikator daya belu mengalami kenaikan pada April 2021. BPS mencatat inflasi inti mencapai 0,14 persen atau naik dari bulan lalu yang minus 0,03 persen. Namun, menurut BPS, kenaikan tersebut karena adanya kenaikan permintaan emas perhiasan.
Menurut Rusli, hal itu tidak bisa disebut sebagai kenaikan daya beli karena yang dibeli oleh masyarakat adalah produk investasi. Daya beli bisa tercermin meningkat jika terdapat kenaikan permintaan terhadap barang-barang yang sifatnya konsumtif.
Sementara itu, Deputi Kementerian Koordinator Perkonomian, Iskandar Simorangkir, mengatakan, pemerintah lebih menginginkan agar inflasi terkendali di tengah adanya peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa saat ini.
Ia mengatakan, daya beli secara nyata tengah mengalami kenaikan karena laju inflais inti yang sebesar 0,14 persen memberikan andil 0,9 persen terhadap pembentukan inflasi keseluruhan.
Hal itu pun, menurut dia, tercermin dari adanya peningkatan Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur dari IHS Markit untuk April 2021 sebesar 54,6 poin atau naik dari posisi Maret 2021 yang sebesar 53,2 poin. Naiknya PMI manufaktur itu menunjukkan adanya geliat dari sektor industri yang tentu didukung oleh permintaan konsumen.