REPUBLIKA.CO.ID, PORT OF SPAIN - Pemerintah Trinidad dan Tobago pada Senin (3/5) menyatakan mengetatkan penguncian selama tiga pekan mulai tengah malam. Kebijakan ini diambil karena jumlah kasus baru Covid-19 mencapai angka tertinggi dan negara pulau kembar Karibia itu menghadapi kemungkinan kekurangan ranjang rumah sakit.
Perdana Menteri Keith Rowley mengatakan di bawah pembatasan baru itu, hanya bisnis yang dianggap sebagai layanan penting seperti toko swalayan, apotek, dan layanan keuangan yang akan tetap buka dengan jam kerja dikurangi. Pembatasan juga selama ini dikecualikan bagi sektor energi dan manufaktur utama.
Pemerintah menutup pusat perbelanjaan, bioskop, teater, restoran, bar, tempat ibadah, salon kecantikan, dan pusat kebugaran pekan lalu untuk mencegah penyebaran virus. Bisnis ritel dan makanan serta tempat-tempat usaha lainnya yang bukan pokok, seperti pedagang kaki lima, akan diharuskan tutup mulai tengah malam.
"Sistem perawatan kesehatan kita sekarang dalam bahaya kelebihan beban karena tingkat infeksi yang kita alami," kata Rowley pada Senin.
Negara berpenduduk lebih dari 1,3 juta orang itu berhasil mengekang infeksi Covid-19 selama sebagian besar tahun lalu. Hitungan total 11.313 kasus dan 174 kematian, sejak pandemi mulai muncul, masih kurang dari setengah rata-rata global per kapita. Namun, penularan telah melonjak akhir-akhir ini.
Trinidad dan Tobago saat ini memiliki 2.506 kasus Covid-19 aktif. Pejabat kesehatan memperingatkan sistem perawatan kesehatan bisa kewalahan dalam 10 hari jika kecenderungan itu terus berlanjut.
Satu faktor khusus yang menjadi keprihatinan adalah kedatangan varian P1 Brazil, yang sangat mudah menular dan pertama kali diidentifikasi pada seorang migran Venezuela. Hanya 42.455 orang di Trinidad dan Tobago yang telah divaksinasi hingga saat ini. Negara-negara pulau kecil Karibia mengeluhkan bahwa negara-negara tanpa kemampuan finansial atau politik untuk mencapai kesepakatan tidak mendapatkan pasokan vaksin secara adil.