REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Acara Festival Ramadhan kerja sama antara Dirjen Bimas Islam Kemenag RI dan Makara Art Center Universitas Indonesia digelar 27-30 April 2021. Di antara acaranya adalah bedah buku Prinsip dan Panduan Seni Islami yang ditulis oleh tim Komisi Pembinaan Seni Budaya Islam Majelis Ulama Indonesia yang kini menjadi Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam LSBPI-MUI.
Acara bedah buku yang diterbitkan oleh Republika Penerbit itu diadakan pada Rabu (28/4) dan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dimulai pukul 10.00 membahas dari pendekatan teologis dan hukum. Hadir secara luring di Makara Art Center UI Depok sebagai narasumber adalah Dr H Saiful Bahri Lc MA dan Hj Mursyidah Taher MA. Sedangkan KH Husein Muhammad menyampaikan pandangannya sebagai narasumber melalui daring. Acara ini dimoderatori oleh Damhuri Muhammad.
Pada sesi 2 yang dimulai jam 13.00 WIB menghadirkan Prof Dr Azyumardi Azra MA CBE, Dr Aguk Irawan MN, Lc, MA, Rahmat Hidayatullah MA dan dimoderatori oleh Agus Idwar. Pada sesi ini para pakar akan membahas dan membedah buku panduan dari perspektif sejarah dan budaya.
Acara ini disiarkan secara langsung di kanal youtube Makara Art Center UI dan Bimas Islam TV.
Ketua LSBPI Habiburrahman El Shirazy dalam sambutan bedah buku tersebut menyampaikan bahwa buku Prinsip dan Panduan Umum Seni Islami yang diterbitkan oleh Komisi Pembinaan Seni dan Budaya Islam MUI (kini bernama Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam MUI) bersama Republika Penerbit sebagai wujud implementasi fungsi MUI sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dan himayatul ummah (pelindung umat).
“Buku panduan itu hadir untuk meletakkan seni secara proporsional. Islam tidak memusuhi seni. Islam justru menjaga agar seni tidak melenceng dari keindahannya yang sejati, keindahan yang sesuai dengan fitrah manusia, keindahan yang selaras dengan kebenaran. Karena itu bedah buku ini menjadi penting sebagai bagian dari sosialisasi buku ini,” kata Kang Abik, panggilan akrab Habiburrahman El Shirazy dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Saiful Bahri mewakili tim penulis juga menyampaikan bahwa spirit buku Prinsip dan Panduan Seni Islami ini adalah himayatul ummah (melindungi umat) dari potensi bahaya dan penyimpangan dari nilai agama baik sebagai korban maupun sebagai pelaku. Demikian halnya sebagai irsyadul ummah (membina dan memberdayakan umat) yaitu dengan membina potensi seni sebagai sarana ibadah dan pendekatan kepada Allah sekaligus dakwah dan ekspresi nilai-nilai seni yang universal.
“Metode dalam buku ini yaitu wasathiyah (moderasi) antara menyempitkan/menyulitkan (tafrith) dan terlalu memudahkan/melonggarkan (ifrath). Sehingga adanya murunah (fleksibilitas) bisa membuat karya seni menjadi kreasi yang bisa dinikmati dan di saat yang sama didampingi nilai-nilai Islami,” papar Saiful Bahri.
Prof Azyumardi menyampaikan seni Islami yang luas. Mengomentari hal tersebut, Kang Abik mengatakan, “Ya itu benar. Dan kita juga semua tahu itu. Yang kita buatkan panduannya memag sebagian dari seni Islami yang paling banyak ditanyakan umat. Kaligrafi dan arsitektur yang dibahas Prof Azyumardi sebenarnya masuk di seni rupa secara garis besar.”
Kang Abik menambahkan, “'Ala kulli hal, alhamdulillah. Saya sebenarnya agak deg-degan dengan Kyai Husein Muhammad kalau beliau ada kritik yg fundamental. Ternyata beliau malah mengamini semua isi buku panduan tersebut, termasuk pemilihan kata ‘Islami’ dibanding ‘Islam’ atau ‘dalam Islam’. Dan di pengantar yang saya tulis sudah saya sampaikan bhw buku panduan tersebut memang semacam matan.”
Menurutnya, wujud buku panduan tersebut sudah merupakan jalan tengah dari draf awal yang lebih tebal dan keinginan dari pimpinan MUI saat itu yang ringkas semacam poin-poin seperti milik panduan dakwahnya Komisi Dakwah MUI yang seperti undang-undang atau kode etik dalam berdakwah.”Setelah buku ini terbit, hal urgen yang LSBPI perlu lakukan adalah sosialisasi seluas-luasnya, agar isi buku tersebut sampai ke masyarakat,” ujar Kang Abik.
Acara bedah buku tersebut juga mendapatkan tanggapan dari Al Zastrouw, kepala Makara Art Center UI. Menurutnya, acara bedah buku ini menarik karena bisa memberikan panduan dan acuan bagi seniman muslim dalam berkesenian. Yang lebih menarik dari acara bedah buku adalah para narasumber yang tidak saja menguasai secara konsemsional dan teologis tentang relasi dan posisi kesenian dalam Islam tetapi mereka juga para pelaku seni. Sehingga bisa memberikan masukan penting dan kritik yang konstruktif terhadap buku yg dibedah,” kata Al Zastrouw.