REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Sekutu nasionalis Presiden Tayyip Erdogan telah menyusun konstitusi baru untuk Turki pada Selasa (4/5). Usulan konstitusi baru ini akan segera diberikan kepada Partai AK (AKP) yang dipimpin oleh Erdogan untuk dibahas.
Erdogan mengatakan dia berharap teks konstitusional baru dapat siap pada 2022 untuk debat publik. Karena negara itu bersiap untuk menandai seratus tahun pembentukan republik Turki modern dari Kekaisaran Ottoman pada 2023 mendatang. AKP yang berakar pada Islamis telah berbicara tentang penyusunan peta jalan menuju konstitusi baru, tetapi belum mengumumkan rinciannya.
"Proposal konstitusional ini adalah obor demokrasi 100 tahun yang akan datang, sebuah gerakan rakyat kami untuk membangun dan merebut kembali masa depan," kata Pemimpin Partai Gerakan Nasionalis (MHP), Devlet Bahceli.
Bahceli menerangkan draf MHP merekomendasikan pembentukan pengadilan baru untuk menangani beberapa masalah yang sekarang ditangani oleh mahkamah konstitusi, termasuk penutupan partai politik. Selain itu MHP mengusulkan kekuasaan parlemen untuk memilih anggota peradilan akan diperluas.
Bahceli mengatakan draf itu bertujuan untuk memperbarui pemahaman tentang hak-hak dasar dan kebebasan. Bahceli dan MHP sebelumnya telah menyerukan pelarangan partai utama pro-Kurdi yang dianggap membahayakan persatuan nasional.
Para pemilih Turki pada 2017 menyetujui revisi konstitusi saat ini yang menetapkan sistem presidensial eksekutif sebagai pengganti demokrasi parlementer. Revisi konstitusi itu mendapatkan pertentangan yang keras dari partai oposisi dan kelompok hak asasi manusia.
Erdogan terpilih sebagai presiden di bawah pengaturan baru pada 2018. Akan tetapi dia menginginkan perubahan konstitusi lebih lanjut.
AKP dan MHP memiliki mayoritas parlemen tetapi jumlah mereka tidak cukup untuk menyerukan referendum. Konstitusi Turki yang ada diadopsi pada tahun 1982 setelah kudeta militer dan telah diubah berkali-kali selama bertahun-tahun.
Kelompok hak asasi manusia dan sekutu Barat Turki telah mengkritik rencana perubahan konstitusional. Mereka menilai perubahan itu sebagai peningkatan otoritarianisme di bawah Erdogan, terutama sejak upaya kudeta 2016 yang mendorong tindakan keras terhadap lawan-lawannya. Otoritas Turki mengatakan perubahan konstitusional itu diperlukan untuk keamanan nasional.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook