Rabu 05 May 2021 12:17 WIB

UII tidak Puas Putusan MK Soal Pengujian UU KPK

Rektor UII menyebut, UU yang baru telah mengubah fungsi, postur, dan arsitektur KPK.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Erik Purnama Putra
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid saat mengunjungi kantor redaksi Republika di Jalan Warung Buncit Raya Nomor 37, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).
Foto: Thoudy Badai_Republika
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Fathul Wahid saat mengunjungi kantor redaksi Republika di Jalan Warung Buncit Raya Nomor 37, Jakarta Selatan, Kamis (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII) memberikan tanggapan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutuskan pengujian materiel (judicial review) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Hal itu terkait kontroversi pembentukan UU Nomor 19 Tahun 2019 sebagai revisi kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

UII menyatakan, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 dengan UU Nomor 19 Tahun 2019 bukan UU tentang perubahan UU KPK. Menurut Rektor UII, Prof Fathul Wahid, justru pembentukan UU baru itu telah mengubah fungsi, postur, dan arsitektur KPK secara fundamental.

Menurut dia, perubahan tampak sengaja dilakukan dalam waktu singkat, manfaatkan momentum singkat dan spesifik, yaitu hasil pilpres dan pileg yang telah diketahui. Alhasil, revisi UU KPK dengan mudah mendapat persetujuan bersama DPR dan presiden, yang berpengaruh signifikan ke partisipasi publik.

"Didasari rasa cinta, rasa rindu, agar bangsa ini jadi lebih bermartabat. Kami ingin KPK sebagai pengawal pemberantasan korupsi dikuatkan, dan UU KPK yang direvisi justru memiliki celah-celah melemahkan KPK," kata Fathul di Kota Yogyakarta, Selasa (5/5).