Rabu 05 May 2021 12:37 WIB

Anggota Dewas Klaim Alih Status ASN tak Melemahkan KPK

Dewas berharap, kinerja penindakan KPK semakin baik pascaputusan MK.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (kiri) bersama anggota Dewas Syamsuddin Haris (tengah), dan Harjono (kanan) memberikan keterangan pers seusai menyelenggarakan sidang putusan pelanggaran kode etik pegawai KPK di Gedung KPK C1, Jakarta, Kamis (8/4/2021). Dewan Pengawas KPK memutuskan untuk memberhentikan secara tidak hormat salah satu Anggota Satgas KPK berinisial IGAS karena terbukti melakukan penggelapan barang bukti tindak pidana korupsi yang telah disita KPK berupa emas batangan seberat 1,9 kilogram dan KPK telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk penanganan kasus tersebut.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (kiri) bersama anggota Dewas Syamsuddin Haris (tengah), dan Harjono (kanan) memberikan keterangan pers seusai menyelenggarakan sidang putusan pelanggaran kode etik pegawai KPK di Gedung KPK C1, Jakarta, Kamis (8/4/2021). Dewan Pengawas KPK memutuskan untuk memberhentikan secara tidak hormat salah satu Anggota Satgas KPK berinisial IGAS karena terbukti melakukan penggelapan barang bukti tindak pidana korupsi yang telah disita KPK berupa emas batangan seberat 1,9 kilogram dan KPK telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk penanganan kasus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Aji, mengeklaim, alih tugas pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak terkait dengan pelemahan kelembagaan. Indriyanto mengatakan pendapat itu dikarenakan Undang-Undang (UU) KPK sudah menegaskan posisi independensi kelembagaannya dalam menjalankan tupoksi penegakan hukum yang berlaku.

"Dengan UU KPK yang barupun, KPK tetap independen dalam tupoksinya termasuk, misalnya OTT terhadap pejabat tinggi atau menteri yang lalu," katanya di Jakarta, Rabu (5/5).

Dia menyebutkan sebaiknya KPK mematuhi regulasi yang sah dari negara terkait alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN). "Memang sebaiknya, kita mematuhi regulasi yang sah dari negara, begitu pula UU KPK tentang alih status pegawai KPK yang jadi ASN, sehingga secara hukum tetap memiliki legitimasi sepanjang tidak diputuskan sebaliknya," kata Indriyanto.

Untuk polemik alih status pegawai, menurut dia, sebagai sesuatu yang wajar. Tapi, tentunya dengan tetap mematuhi aturan yang berlaku sesuai UU. Adanya keberatan terhadap keputusan, kata Seno, dapat disalurkan melalui aturan yang berlaku.

KPK telah menerima hasil tes wawasan kebangsaan tersebut dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) bertempat di gedung Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Selasa (27/4). Novel Baswedan, penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, dikabarkan bakal dipecat dari lembaga tersebut.

Penyidik yang menjadi korban teror penyiraman air keras oleh oknum polisi itu mengakui, sudah mendengar kabar tersebut. Novel mengatakan, terdapat kabar puluhan pegawai KPK bakal dipecat dengan alasan tidak lolos tes wawasan kebangsaan. Tes wawasan kebangsaan itu merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara atau PNS.

Dewas KPK juga berharap, kinerja penindakan KPK lebih baik lagi pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal upaya penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan tak perlu lagi izin ke Dewas.

"Tentang apakah KPK akan menjadi lebih kuat dengan dicabutnya tugas Dewas memberikan izin tersebut. Tentunya kami lihat dalam pelaksanaannya ke depan, harapannya tentu akan lebih baik," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Jakarta, Rabu.

Tumpak menyatakan, Dewas menghormati putusan MK tersebut dan memastikan tugas lainnya tetap dilakukan secara efektif. "Tentunya kami harus menghormati putusan MK yang sejak diucapkan telah mulai dan selanjutnya dewas tidak menerbitkan izin sadap, geledah, dan sita lagi. Tiga tugas lain dari Dewas tetap dilaksanakan secara efektif," ucap Tumpak.

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris juga menghormati atas putusan MK yang bersifat final dan mengikat tersebut. "Dewas tentu menghormati keputusan MK yang bersifat final dan mengikat. Dengan tidak adanya keharusan minta izin dewas, semoga saja bisa meningkatkan kinerja penindakan KPK," ucap Haris.

Sebelumnya dalam amar putusannya, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan nomor pokok perkara 70/PUU-XVII/2019.Gugatan diajukan oleh Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid dan kawan-kawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement