Rabu 05 May 2021 14:57 WIB

Dokter Minta Pemudik Disiplin Isolasi Mandiri Sampai Kampung

Kembalinya dari kampung, pemudik dianjurkan melakukan minimal rapid antigen.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah calon penumpang berjalan menuju bus di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Rabu (5/5). Sehari jelang larangan mudik lebaran pada tanggal 6-17 Mei 2021, jumlah penumpang bus di Terminal Cicaheum mengalami peningkatan sebesar 40 sampai 50 persen atau 1.200 penumpang per hari dibandingkan dengan hari biasa. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Sejumlah calon penumpang berjalan menuju bus di Terminal Cicaheum, Kota Bandung, Rabu (5/5). Sehari jelang larangan mudik lebaran pada tanggal 6-17 Mei 2021, jumlah penumpang bus di Terminal Cicaheum mengalami peningkatan sebesar 40 sampai 50 persen atau 1.200 penumpang per hari dibandingkan dengan hari biasa. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setidaknya jutaan masyarakat Indonesia diprediksi tetap akan mudik meski pemerintah sudah mengatur larangan mudik Lebaran. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) menyoroti banyaknya masyarakat yang abai dengan larangan mudik justru akan memicu gelombang kedua Covid19.

"Ini ada larangan mudik masyarakat malah jadi lebih kreatif, jadi mengganti waktunya (mudik lebih awal)," ujar perwakilan PDPI, dr Erlina Burhan, dalam konferensi pers virtual PDPI, Rabu (5/5).

Baca Juga

Untuk yang sudah mudik, dr Erlina menekankan agar mereka tetap mematuhi protokol kesehatan, melakukan isolasi mandiri di daerah tujuan. Ketika kembali pemudik juga harus melakukan tes rapid agar memastikan tidak adanya penyebaran virus corona.

Ia mengingatkan bahwa meskipun di stasiun-stasiun sudah banyak tes genose C19, namun tes tersebut tingkat akurasinya masih kurang. "Minimal pemeriksaan rapid antigen, apalagi kalau bergejala. Idealnya harus PCR, tapi kalau mau yang hemat ya antigen," kata dr Erlina.

Isolasi mandiri juga diperlukan bagi pemudik setibanya di kampung halaman dan kembalinya nanti. Meskipun ada beberapa daerah yang menganjurkan isolasi selama 5 hari, namun PDPI merekomendasikan untuk isolasi mandiri selama 14 hari.

Menurut dr Erlina, saat ini masyarakat mulai lengah, apalagi sudah dimulainya program vaksinasi. Padahal saat ini jumlah yang sudah divaksinasi baru mencapai sekitar 20 juta orang, dengan rincian sekitar 12,8 juta dosis 1 dan 8,1 juta dosis 2. Jumlah tersebut masih jauh dari target kekebalan kawanan (herd immunity) yang harus mencapai sebanyak 180 juta orang.

"Kita tidak bisa mengandalkan vaksinasi, apalagi baru sedikit yang sudah divaksin. Yang sudah divaksinasi pun bisa terinfeksi karena daya imun setiap orang berbeda," jelasnya.

Selain itu, apabila virus terus menular, maka akan semakin banyak varian baru yang muncul karena sifat virus yang bermutasi (berubah) untuk bisa bertahan aktif. Mutasi virus ini dapat mempengaruhi tingkat keparahan virus dan mempengaruhi efektivitas vaksin.

"Semakin banyak infeksi pada populasi, maka varian virus akan meningkat. Jadi pencegahannya harus berlapis-lapis," kata dr Erlina.

Ia mengingatkan agar masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan, menjaga jarak serta menghindari kerumunan. Untuk itu, silaturahmi secara virtual masih jadi anjuran utama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement