Rabu 05 May 2021 21:03 WIB

Koalisi Save KPK: Firli Telah Lampaui UU

Peralihan status kepegawaian tidak boleh merugikan pegawai itu sendiri.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Transparency International Indonesia Agus Sarwono (kiri) bersama Ketua Umum YLBHI Asfinawati (tengah) dan Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana (kanan) .
Foto: Antara/Galih Pradipta
Peneliti Transparency International Indonesia Agus Sarwono (kiri) bersama Ketua Umum YLBHI Asfinawati (tengah) dan Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana (kanan) .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Save KPK mengkritik kebijakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri yang menginisiasi tes wawasan kebangsaan (TWK). Koalisi menilai, Ketua Firli Bahuri memiliki kepentingan dan agenda pribadi untuk membuang para pegawai yang sedang menangani perkara besar melibatkan oknum-oknum yang sedang berkuasa.

"Langkah keliru Ketua KPK ini semakin menambah catatan suram lembaga antirasuah di bawah komandonya," kata Anggota Save KPK yang juga Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam konferensi pers, Rabu (5/5).

Dia mengatakan, Firli Bahuri selaku Ketua KPK wajib mematuhi aturan hukum dan putusan MK. Putusan, sambung dia, menegaskan bahwa peralihan status kepegawaian tidak boleh merugikan pegawai itu sendiri.

Dia mengatakan, koalisi menilai kalau masuknya Firli Bahuri menjadi pimpinan KPK memiliki agenda khusus untuk melemahkan lembaga antirasuah dari dalam. Hal itu terlihat dari ketidak mauan meringkus Harun Masiku, menghilangkan nama dalam surat dakwaan korupsi bansos, melindungi saksi perkara benih lobster, menerbitkan SP3 untuk BLBI dan puluhan kontroversi lain.

Dia menilai, yang dilakukan KPK seharusnya bukan menyeleksi tapi memberikan asesmen terhadap pegawai dalam peralihan status menjadi ASN tersebut. Hal ini menyusul muatan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 yang tidak menyebutkan sama sekali tahapan "seleksi" saat dilakukan peralihan kepegawaian

"Kami juga meminta menghentikan segala bentuk pembusukan KPK dengan menyingkirkan pegawai-pegawai yang tercatat dalam sejarah adalah figur yang memiliki integritas dan komitmen tinggi bagi pemberantasan korupsi. Seharusnya hal-hal seperti ini diungkap dan diinvestigasi secara terbuka," katanya.

Anggota koalisi lainnya, Asfinawati menilai bahwa apa yang dilakukan ketua KPK Firli Bahuri telah melampaui UU KPK nomor 19 tahun 2019. Ketua YLBHI ini menegaskan, UU KPK hasil revisi itu tidak menyebutkan TWK dalam peralihan status pegawai KPK.

"Jadi ketika pemberhentian itu dilakukan tidak melalui hukum maka memberhentikan orang melalui TWK itu ya melampaui wewenang dia," katanya.

Dia berpendapat, tes tersebut merupakan serangan balasan dari para koruptor terhadap KPK. Dia meminta KPK segera mengumumkan hasil tes tersebut agar dapat segera membandingkan peran setiap orang dalam menjaga integritas KPK dalam agenda pemberantasan korupsi.

"Jadi sebenarnya pimpinan KPK sekarang adalah aktor lapangan untuk menuntaskan skenario pelemahan KPK," katanya.

Seperti diketahui, berdasarkan informasi ada sejumlah pegawai KPK yang harus dipecat lantaran tidak lolos TWK. Mereka yang diberhentikan termasuk penyidik senior, Novel Baswedan, sejumlah kepala satuan tugas, pengurus inti wadah pegawai KPK serta pegawai KPK yang berintegritas dan berprestasi lainnya.

Dalam tes tersebut muncul sejumlah soal yang dinilai janggal lantaran tidak berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi pemebrantasan korupsi. Diantara pertanyaan yang muncul yakni pandangan pegawai seputar Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, HTI, kepercayaan tionghoa, doa qunut dalam shalat hingga LGBT.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement