REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah akademisi Universitas Islam Indonesia khawatir alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi aparatur sipil negara (ASN) mengganggu independensi lembaga itu dalam menangani perkara korupsi.
"Kami khawatir independensi para penyidik (KPK) menjadi terganggu karena secara administratif dia ada di bawah lembaga tertentu terkait denganKemenpan RB," kata perwakilan akademisi UII Eko Riyadi saat jumpa pers di Kampus UII, Yogyakarta, Rabu (5/5).
Sebelumnya, KPK telah menerima hasil tes wawasan kebangsaan alih status pegawai KPK menjadi ASN dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Tes wawasan kebangsaan merupakan bagian dari proses alih status pegawai KPK menjadi ASN atau PNS.
Menurut Eko, selama ini banyak pegawai atau penyidik independen KPK yang dikenal memiliki integritas yang luar biasa lantaran tidak memiliki hubungan struktural dengan lembaga lain. Dengan posisi tersebut, kata dia, para penyidik lembaga antirasuah itu sangat independen dalam menyidik suatu perkara tindak pidana korupsi.
"Saat diminta alih status menjadi ASN, dia adalah bawahan dari kementerian tertentu dan secara administratif kepangkatan, struktur hierarki akan berlaku bagi mereka," kata Eko yang juga Direktur Pusat Studi Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pusham) UII.
Sebelumnya, anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Indriyanto Seno Aji menegaskan bahwa alih tugas pegawai KPK menjadi ASN tidak terkait dengan pelemahan kelembagaan. Indriyanto beralasan hal itu karena UU KPK sudah menegaskan posisi independensi kelembagaannya dalam menjalankan tupoksi penegakan hukum yang berlaku.
"Dengan UU KPK yang baru pun, KPK tetap independen dalam tupoksinya, termasuk OTT terhadap pejabat tinggi/menteri yang lalu," ujarnya.