Pemkab Gunung Kidul Berlakukan Isolasi Mandiri ke Pemudik
Red: Ratna Puspita
Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memberlakukan isolasi mandiri bagi pemudik Lebaran 2021 yang telanjur tiba di wilayah ini sebelum 6 Mei. (Ilustrasi Covid-19) | Foto: Pixabay
REPUBLIKA.CO.ID, WONOSARI -- Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), memberlakukan isolasi mandiri bagi pemudik Lebaran 2021 yang telanjur tiba di wilayah ini sebelum 6 Mei. Hal ini untuk mencegah potensi penyebaran Covid-19 dari klaster mudik.
Bupati Gunung Kidul Sunaryanta di Wonosari, Ibu Kota Kabupaten Gunung Kidul, Kamis (6/6), mengatakan isolasi mandiri bagi pemudik yang telanjur datang pengawasannya diserahkan ke masing-masing desa. "Kami meminta desa menyiapkan tempat-tempat isolasi mandiri bagi pemudik yang telanjur tiba di Gunung Kidul, termasuk fasilitas kesehatannya," katanya.
Ia mengatakan pemkab telah siap melakukan berbagai antisipasi selama masa libur Lebaran nanti. Khususnya mengupayakan agar tidak terjadi lonjakan kasus baru dari momentum Idul Fitri.
"Kami mengimbau kepada masyarakat mematuhi dan melaksakan prokol kesehatan Covid-19 dengan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan," katanya.
Selain itu, dirinya juga intensif menjalin komunikasi dengan komunitas warga perantauan asal Gunung Kidul yang berada di Jabodetabek dan Surabaya (Jawa Timur). Warga perantauan sudah memahami kebijakan dari pemerintah pusat terkait larangan mudik ini.
"Kami berupaya agar mereka juga mengikuti aturan itu. Kami juga intensif melakukan komunikasi dengan mereka, baik secara langsung ataupun lewat media sosial," kata Sunaryanta.
Sementara itu, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Gunung Kidul Kelik Yuniantoro mengatakan pihaknya mencatat sudah ratusan perantau yang datang. Berdasarkan data yang masuk dari 1 hingga 5 Mei 2021,tercatat ada 246 orang pendatang.
Mereka sebagian besar di antaranya merupakan warga intra atau kabupaten/kota di DIY. Sisanya dari Jakarta sembilan orang, Jawa Barat sembilan orang, dan luar Jawa tiga orang.
"Kami mengandalkan Sistem Informasi Desa (SID) untuk mencatat pergerakan pendatang. Kami meminta tiap desa rutin melapor," demikian Kelik Yuniantoro.