REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) dari kelompok negara-negara kaya (G7) mendesak Korea Utara (Korut) melakukan denuklirisasi sepenuhnya dan kembali ke perundingan. Hal tersebut menjadi salah satu bahasan pada pertemuan para menlu yang diadakan di London.
"Kami menyerukan kepada DPRK untuk menahan diri dari tindakan provokatif dan untuk terlibat dalam proses diplomatik dengan tujuan eksplisit denuklirisasi," ujar para menlu dalam pernyataan bersama yang dirilis Rabu (5/5) waktu setempat dikutip laman UPI.
DPRK merujuk pada Republik Demokratik Rakyat Korea yang merupakan nama resmi Korut. Pernyataan itu juga meminta Korut untuk bergabung kembali dengan Perjanjian Non-Proliferasi, yang ditariknya pada 2003.
Para diplomat G7 mengatakan mereka mendukung upaya Amerika Serikat (AS) untuk memimpin upaya menuju denuklirisasi Korut. "Kami menyambut baik kesiapan Amerika Serikat untuk melanjutkan upayanya dalam hal itu dan kami tetap berkomitmen untuk memberikan dukungan," kata pernyataan itu.
Awal pekan ini, Menlu AS Antony Blinken meminta Korut untuk kembali ke meja perundingan. Dia mengatakan, AS memiliki kebijakan yang sangat jelas yang berpusat pada diplomasi dan terserah kepada Korut untuk memutuskan apakah mereka mau terlibat atau tidak atas dasar itu.
Negosiasi nuklir dengan Pyongyang terhenti selama lebih dari dua tahun, setelah pertemuan puncak Februari 2019 antara AS saat itu. Presiden Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un berakhir tanpa kesepakatan.
Korut telah mencari konsesi seperti pelonggaran sanksi internasional sebagai imbalan untuk mengambil langkah-langkah menuju pembongkaran persenjataan nuklirnya. Sementara AS memegang teguh pada denuklirisasi lengkap terlebih dahulu.
Washington mengumumkan pekan lalu bahwa mereka telah menyimpulkan tinjauan kebijakan Korut yang menurut Blinken mengambil pendekatan praktis dan terkalibrasi yang mencakup koordinasi erat dengan sekutu Jepang dan Korut.
Para menteri G7 juga mengatakan mereka "sangat disibukkan" dengan pelanggaran hak asasi manusia di Korut. Oleh karena itu G7 menyerukan agar Korut mengizinkan akses oleh pelapor khusus PBB.
"Kami tetap sangat prihatin tentang catatan pelanggaran dan pelanggaran hak asasi manusia yang didokumentasikan di Republik Demokratik Rakyat Korea, termasuk dalam jaringan luas kamp penjara politik rezim," tulis komunike bersama.
n ferginadirabach