REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Sobri Lubis menyatakan, kepada Majelis Hakim jika FPI dalam perjuangannya selalu mengikuti aturan hukum negara dan agama. Sehingga, saat hukum terkait sudah berlaku, pihaknya selalu menegakkan pergerakan bersama dengan aparat.
"Saya tertarik gabung FPI karena tugas utamanya amar maruf nahi munkar. Saat itu awal-awal reformasi kita melihat dalam bahasa saya, pemerintah dalam kondisi loss power di penegakkan hukum,’’ ujar dia di ruang persidangan, Kamis (6/5).
Pada masa awal reformasi, kata Sobri, banyak yang salah kaprah menyoal kebebasan, HAM, kebebasan berekspresi, judi hingga munculnya pelacuran di mana-mana. Padahal, polisi dan penegakkan hukum saat itu dinilainya sangat lemah.
"Terhadap orang kecil hingga bandar narkoba (aparat) bisa tangkap. Tapi, ketika mafia besar tidak berjalan baik waktu itu. Korban banyak anak-anak kecil kena narkoba," katanya.
Majelis Hakim kemudian menegaskan kembali pertanyaanya kepada Sobri Lubis, apa yang membuat Sobri bertahan di FPI hingga kini, apakah karena dana dari FPI atau bagaimana. Terlepas dari alasan hukum yang masih kacau pasca reformasi.
Mendengar pertanyaan itu, Sobri menegaskan, jika FPI tidak mengenal gaji. Sebaliknya, FPI kata dia, mewajibkan anggotanya untuk berkorban dengan jiwa dan harta dalam setiap perjuangannya. "Jadi tidak ada gaji di FPI," kata Sobri.
Pengadilan Negeri Jakarta Timur kembali menggelar sidang lanjutan Habib Rizieq Shihab (HRS), atas perkara di Megamendung, Bogor, Kamis (6/5). Dalam persidangan kali ini, pihak HRS menghadirkan dua saksi ahli A de Charge (yang meringankan), mulai dari mantan Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Slamet Maarif, dan mantan Ketua FPI Ahmad Shabri Lubis.