REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA— Jika Anda penderia asma sebaiknya menghindari sebisa mungkin agar tidak tertular Covid-19. Mengapa?
Dokter Spesialis Siloam Hospitals Surabaya DR Dr Isnin Anang Marhana, SpP (K), FCCP, FISR, FAPSR memberikan saran kepada penderita asma agar terhindar dari Covid-19 dalam rangka memperingati Hari Asma Internasional.
"Virus corona atau SARS Covid-19 umumnya memiliki gejala kesulitan untuk bernapas. Hal ini patut diwaspadai oleh para penderita asma," kata Isnin di Surabaya, Kamis (6/5).
Menurut dia, penyakit asma lokasinya berada di bronkokonstriksi pada saluran nafas. Terutama di saluran nafas kecil dengan gejalanya sesak nafas yang memiliki pola khas, misalkan pada malam hari atau pagi hari.
Hal tersebut, lanjut dia, akan semakin diperberat apabila penderita asma terpapar virus corona, dimana lokasi penyakit adalah di jaringan paru yang semakin memperberat gejala sesak napasnya. "Pada penderita asma, kondisi untuk terpapar virus corona dan bergejala tentu tetap ada kemungkinannya," ujarnya.
Namun, lanjut dia, bila penderita asma sudah menjalankan protokol kesehatan dengan baik dan melakukan manajemen pengobatan asma yang tepat, maka hal itu bisa menekan angka kesakitan akibat asma dan Covid-19 ini.
"Tentu apabila kondisinya ada indikasi rawat inap ya harus dirawat di rumah sakit. Namun apabila kondisinya ringan dan tidak diperlukan untuk rawat inap maka bisa melakukan isolasi mandiri di rumah," katanya.
Isnin menyarankan para penderita asma di pandemi, supaya tetap menjalankan pola hidup sehat, seimbang antara istirahat dan olahraga, pola nutrisinya dijaga. Makanan-makanan yang dulunya ada riwayat alergi sementara dianjurkan supaya dikurangi atau dihindari.
"Obat-obatan yang disarankan oleh dokter jangan lupa dikonsumsi sesuai anjuran dokter, terutama obat-obatan inhaler. Karena obat-obatan inhaler selain berfungsi sebagai reliever juga berfungsi sebagai controller supaya tidak mudah terkena serangan asma akut," kata Isnin.
Asma merupakan jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas. Selain sulit bernapas akibat sesak di rongga dada, penderita asma juga bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dan batuk.
Asma bisa diderita oleh semua golongan usia, baik itu dimasa balita, hingga usia dewasa, muda atau tua. European Respiratory Society 2021 menyatakan, asma adalah penyakit tidak menular yang terdapat pada 339 juta populasi di seluruh dunia.
Faktor polusi lingkungan, perubahan iklim dengan temperature global yang berfluktuasi, berkontribusi langsung pada kesehatan penderita asma. Data Kementerian Kesehatan RI menjelaskan, angka prevaltensi kasus penyakit tidak menular (PTM) selama 2013-2018 meningkat sampai 34 persen di Indonesia. Sebagai contoh alergi, diabetes, rematik, depresi, hipertensi, stroke, paru-paru basah dan asma.
Dari sekian banyak kasus penyakit tidak menular yang paling banyak diidap masyarakat adalah asma. Data menunjukkan, 4,5 persen penduduk Indonesia menderita asma. Jumlah kumulatif kasus asma sekitar 11.179.032 penderita.
Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, Isnin mengatakan, beberapa hal yang kerap memicu timbulnya asma, seperti asap rokok, debu, bulu binatang, aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau bahkan terpapar zat kimia.
Penyakit asma dapat disembuhkan melalui cara dikontrol dengan terapi asma. Kondisi yang memicu timbulnya sesak dan alergi, misalnya saat lingkungan sekitar berhawa dingin, lingkungan yang berdebu, atau makan makanan tertentu yang dapat memicu alergi.
"Bagaimana memanage asma pada akhirnya menyesuaikan dengan kondisi masing-masing. Pentingnya kontrol teratur ke dokter spesialis paru guna mengetahui terapi apa yang terbaik untuk penderita asma perlu dilakukan," kata Isnin.