REPUBLIKA.CO.ID, GHANCHE – Beberapa wilayah di Pakistan tidak bisa merayakan bulan suci Ramadhan dengan tenang. Sebut saja mereka yang tinggal di pegunungan Gilgit-Baltistan, Pakistan utara.
Pemadaman listrik harian terus berlangsung sampai 20 jam atau lebih. Ini mendorong penduduk setempat untuk memprotes karena harus merayakan Ramadhan dalam kegelapan.
Gilgit-Baltistan, bagian miskin dari wilayah Kashmir adalah pintu gerbang Koridor Ekonomi China-Pakistan (CPEC) dengan potensi tinggi yang bisa menghasilkan energi dari tenaga air. Namun, penduduknya sejauh ini hanya memperoleh sedikit manfaat dari proyek infrastruktur senilai 65 miliar dolar Amerika.
Ketika provinsi itu mengikuti pemilihan majelis lokal pada November tahun lalu, Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan berjanji untuk mendirikan pembangkit listrik tenaga air. Bulan lalu, menteri utama wilayah, Khalid Khurshid memberi wewenang kepada sekretaris provinsi untuk memastikan tidak ada pemadaman listrik selama sahur dan buka puasa di bulan Ramadhan.
Pekan lalu, Khan mengumumkan pembangunan senilai 2,4 miliar dolar Amerika di wilayah itu yang sebagian dimaksudkan untuk mengatasi krisis listrik. Dalam pertemuan pekan ini Menteri Keuangan Pakistan, Khurshid, dan pemerintah federal, berjanji untuk melakukan beberapa proyek pembangkit listrik tenaga air.
Pembangunan bendungan terbesar dalam sejarah Pakistan, Bendungan Diamer-Bhasha diresmikan oleh perdana menteri pada Juli tahun lalu. Beberapa proyek pembangkit listrik tenaga air lainnya juga sedang dibangun, termasuk proyek Kohala dan Neelum Jhelum.
Terlepas dari kesibukan dan janji, saat ini perayaan Ramadhan dan Idul Fitri nanti masih menghadapi masalah pemadaman listrik.