Jumat 07 May 2021 14:28 WIB

3 Jurus Kemenperin Capai Subtitusi Impor 35 Persen pada 2022

Substitusi impor terutama untuk bahan baku Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT).

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (ilustrasi). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (ilustrasi). Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada 2022. Tujuannya memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong yang menjadi tulang punggung industri pengolahan nasional. 

Diyakini pula, kemampuan pasokan bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri akan meningkat. “Substitusi impor ini diharapkan tidak hanya memacu peningkatan konsumsi bahan baku dan bahan penolong lokal, namun juga memacu industri nasional dalam mengisi kekosongan pada struktur industri yang selama ini diisi dengan cara impor,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Jumat (7/5).

Baca Juga

Guna mewujudkan suksesnya program substitusi impor tersebut, Dirjen IKFT menegaskan, Kemenperin fokus pada penurunan impor bahan baku dan bahan penolong, serta barang jadi dari produk hilir yang secara paralel dilakukan beberapa pendekatan yang disinergikan dengan pemangku kepentingan terkait. “Namun perlu mendapatkan perhatian yakmi penurunan impor bahan baku dan bahan penolong ini seyogyanya tidak menghambat produksi, terutama bagi produk hulu atau setengah jadi yang menjadi input oleh industri turunan atau hilir,” tutur dia.

Adapun beberapa pendekatan yang bisa dilakukan dalam kebijakan substitusi impor, di antaranya perluasan industri bagi peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong sebagai input industri turunan. Pendekatan ini lebih ditujukan kepada produsen bahan baku eksisting, ditujukan guna memperluas volume produksi dan kemampuan supply dalam negeri.