REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Gerindra Arief Poyuono menyindir tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menganggap, tes itu lebih pantas ditujukan pada penceramah.
Arief menilai, pertanyaan dalam TWK sebagai jebakan saja. Dia heran, mengapa timbul pertanyaan soal Islam saja dalam tes itu, misalnya tentang qunut. Padahal, tak semua pegawai KPK beragama Islam.
"Ini tes...jadi penyidik apa mau, jadi tukang khotbah ya? Kok Ada tes pengetahuan agama yang sangat mendalam," kata Arief kepada Republika, Jumat (7/5).
Arief menuding, pertanyaan terkait Islam sengaja ditujukan kepada para pegawai KPK lantaran dituduh radikal. Ia tak sepakat dengan tuduhan tersebut.
"Selama ini kan KPK selalu dituduh banyak pegawai KPK yang berhaluan radikalisme. Padahal, tidak benar semua itu," ujar Arief.
Di sisi lain, Arief menyoroti banyaknya masalah di internal KPK sejak dipimpin Firli Bahuri. Diantaranya ada yang terjerat kasus suap,mencuri barang bukti dan pegawainya jadi ASN,
"Ini membuktikan KPK sudah tidak menjadi lembaga yang independen dan bersih serta lembaga yang extra ordinary dalam pemberantasan korupsi," ujar Arief.
Arief menyindir, agar kini kasus korupsi ditangani oleh Polri dan Kejaksaan saja. Dia pesimis, KPK dapat bekerja seperti sebelum dipimpin Firli Bahuri.
"Sebaiknya KPK dibubarkan saja, cukup Polri dan kejaksaan yang jauh lebih baik kinerjanya dalam pemberantasan korupsi," sindir Arief.
KPK telah mengumumkan hasil TWK 1.351 pegawainya yang dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Adapun yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1.274 orang, tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang, dan yang tidak hadir wawancara dua orang.
Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) Yudi Purnomo Harahap menilai, TWK menjadi sarana menyingkirkan pegawai KPK yang berintegritas dan profesional. Sejak awal sikap WP KPK terkait dengan TWK jelas tertuang dalam surat yang dikirimkan kepada pimpinan KPK pada 4 Maret 2021 Nomor 841 /WP/A/3/2021 serta penjelasan dalam berbagai forum.
"Bahwa TWK berpotensi menjadi sarana legitimasi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai yang menangani kasus strategis atau menempati posisi strategis," kata Yudi.