REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad mengatakan adanya sanksi bagi masyarakat yang melanggar melakukan mudik cukup efektif untuk mengurangi arus mudik. Namun, dalam hal ini pemerintah harus lebih tegas dan konsistensi dalam penerapan sanksi tersebut.
"Ya sanksi yang dibuat pemerintah cukup efektif untuk mengurangi arus mudik. Tapi lebih baik lagi harus ada ketegasan dan konsistensi dalam penerapan sanksi," katanya saat dihuhungi Republika.co.id, Jumat (7/5).
Pada sisi lain, yang lebih penting adalah tidak hanya larangan mudik tetapi juga penerapan protokol kesehatan (prokes). "Yang utama selain melarang mudik, adalah penerapan protokol kesehatan juga harus diterapkan," kata dia.
Sebelumnya diketahui, Satgas Penanganan Covid-19 mengaku mendapat laporan terkait masih banyaknya masyarakat yang bingung dengan aturan peniadaan mudik. Satgas juga memantau terjadinya penumpukan penumpang angkutan umum di titik-titik penyekatan akibat tidak lengkapnya dokumen syarat perjalanan.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito meminta masyarakat memahami dengan baik kebijakan pelarangan mudik yang telah disosialisasikan sebelumnya. Secara tegas, pemerintah melarang kegiatan mudik lebaran, apapun bentuknya baik lintas provinsi maupun dalam satu wilayah kabupaten/kota aglomerasi. Tujuannya mencegah secara maksimal terjadinya interaksi fisik yang menjadi cara virus bertransmisi dari satu orang ke orang lainnya.
"Namun, kegiatan selain mudik di suatu wilayah kabupaten/kota atau aglomerasi khususnya di sektor-sektor esensial, akan tetap beroperasi tanpa penyekatan apapun, demi melancarkan kegiatan sosial ekonomi daerah," kata Wiku dalam keterangan pers, Kamis (6/5).
Terkait kegiatan di sektor-sektor esensial ini, masyarakat tidak perlu khawatir terhadap potensi penularan dalam satu wilayah. Alasannya, operasionalnya telah diatur dalam kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) kabupaten/kota maupun PKKM Mikro, baik melalui pengaturan kapasitas maupun jam operasionalnya.
Untuk lebih jelasnya, wilayah-wilayah aglomerasi yang dimaksud ialah di Sulawesi Selatan terdapat di Makassar, Sungguminasa, Takalar dan Maros. Di Sumatra Utara terdapat di Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo. Di Jawa Timur di Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan. Di Jawa Barat yang masuk wilayah Bandung Raya. Lalu yang masuk wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi). Di Jawa Tengah Semarang, Kendal dan Purwodadi serta yang masuk Solo Raya. Serta di DI Yogyakarta yang masuk dalam wilayah Yogyakarta Raya.
Masyarakat yang berkegiatan di dalam wilayah-wilayah tersebut tetap diwajibkan mematuhi ketentuan yang sudan ditetapkan. Wiku juga mewanti-wanti warga yang nekat melakukan perjalanan tanpa surat hasil negatif Covid-19 dan maupun surat izin pelaku perjalanan akan mendapat sanksi tegas.