REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas angkat bicara perihal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Tes ini sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) sebagai amanat beleid baru KPK Nomor 19 Tahun 2019.
Menurut Busyro, tes yang diikuti oleh ribuan pegawai KPK tak memiliki legitimasi. Jangan sampai, kata Busyro, TWK menjadi dasar bagi pimpinan KPK untuk memaksa 75 pegawai yang tak lolos mundur dari posisi mereka. Sebab, integritas puluhan orang itu tak diragukan lagi.
"Kita selamatkan KPK. Jangan sampai 75 pegawai KPK itu dipaksa mundur dengan dalih apa pun. Karena, tes wawasan kebangsaan itu tidak memiliki legitimasi moral, akademis, dan metodelogi," kata Busyro dalam sebuah diskusi daring, Jumat (7/5).
Busyro mengatakan, mereka yang tak lolos TWK juga tak bisa langsung dianggap berpaham radikal dan Taliban seperti anggapan banyak pihak. Terlebih, dari 75 orang yang tak lolos ini tidak semuanya beragama Islam.
"Dari 75 yang dinyatakan tidak lolos itu ada 8. Ada 8 pegawai KPK yang itu beragama Nasrani dan Buddha. Fakta ini menunjukkan bahwa isu radikalisme, taliban sama sekali tidak pernah ada," katanya menegaskan.
Menurutnya, isu radikalisme dan Taliban ini muncul dari para buzzer. Dengan demikian, dia menganggap yang ada saat ini adalah radikalisme politik. "Justru, isu itu membuktikan adanya radikalisme politik, radikalisme yang dilakukan imperium buzzer yang selalu mengotori perjalanan nilai-nilai keutamaan bangsa itu," ujarnya.
Sebelumnya, KPK telah mengumumkan hasil TWK 1.351 pegawainya yang dilakukan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Adapun yang memenuhi syarat (MS) sebanyak 1.274 orang, tidak memenuhi syarat (TMS) sebanyak 75 orang, dan yang tidak hadir wawancara dua orang.