REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU) mengatakan pertanyaan tes kewawasan kebangsaan (TWK) dalam pegawai KPK sama sekali tidak terkait dengan wawasan kebangsaan. Selain itu, pertanyaan itu dinilai tidak profesional dan mengarah pada ranah personal yang bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 tentang hak perlindungan pribadi.
"Kenyataan TWK kemarin terhadap 1.351 pegawai KPK justru menunjukkan hal aneh, lucu, seksis, rasis, diskriminatif, dan berpotensi melanggar hak asasi manusia," kata Ketua Lakpesdam PBNU, Rumadi Ahmad dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (8/5).
Hal itu dikarenakan pada sejumlah pertanyaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Misal, mengapa umur segini belum menikah, masihkah punya hasrat atau mau nggak jadi istri kedua. Jika dicermati dari cerita-cerita pegawai KPK terkait cara, materi, dan durasi waktu wawancara tampak terdapat unsur kesengajaan untuk menargetkan pegawai KPK.
Rumadi melanjutkan, wawancara TWK tampak sebagai screening atau Litsus zaman Orde Baru atau mihnah pada masa khalifah Abbasiyah khalifah al-Ma'mun (170 H/ 785 M-218 H/833 M), al-Mu’tasim (w. 227 H), dan al-Watsiq (w. 232 H). Yakni, ujian keyakinan yang ditujukan kepada para ulama, ahli hadits dan ahli hukum sehubungan dengan permasalahan kemakhlukan Alquran.
"TWK akhirnya tampak digunakan untuk mengeluarkan dan menyingkirkan sejumlah pegawai KPK yang berseberangan dengan penguasa dan mengancam pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan korupsi yang ditangani KPK," ujarnya.