Sabtu 08 May 2021 17:27 WIB

KLHK Tetapkan AS, Tersangka Penyelundupan Burung Dilindungi

AS membawa 180 ekor burung yang dilindungi tanpa izin dari Papua ke Bandara Halim

Penyidik Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra ) telah menetapkan AS (50), pilot salah satu perusahaan penerbangan swasta di Indonesia, sebagai tersangka.  AS ditetapkan sebagai tersangka karena mengangkut 180 ekor burung yang dilindungi tanpa izin dari Papua ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, (6/5)
Foto: istimewa
Penyidik Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra ) telah menetapkan AS (50), pilot salah satu perusahaan penerbangan swasta di Indonesia, sebagai tersangka. AS ditetapkan sebagai tersangka karena mengangkut 180 ekor burung yang dilindungi tanpa izin dari Papua ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, (6/5)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Penyidik Balai Penegakkan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Jawa Bali dan Nusa Tenggara (Jabalnusra ) telah menetapkan AS (50), pilot salah satu perusahaan penerbangan swasta di Indonesia, sebagai tersangka.

AS ditetapkan sebagai tersangka karena mengangkut 180 ekor burung yang dilindungi tanpa izin dari Papua ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, (6/5). Kasus penyelundupan satwa yang dilindungi ini diduga terkait dengan jaringan perdagangan satwa antar pulau. 

Berdasarkan informasi, pengungkapan kasus berawal dari petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) KLHK di Jakarta yang mendapatkan laporan dari Satuan Polisi Militer (POM) Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma mengenai pengiriman ratusan burung dari Sentani Papua ke Jakarta melalui Bandara Halim Perdanakusuma. Balai KSDA kemudian melaporkan kejadian itu kepada Balai Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra. 

Saat ini dari barang bukti 180 burung dilindungi sudah diserahkan dan diamankan di Pusat Penyelamatan Satwa Tegal Alur. Jenis dan jumlah burung dilindungi itu antara lain: kakatua raja 6 ekor, nuri kabare 5 ekor, kakatua koki 1 ekor, perkici paruh jingga 44 ekor, nuri bayan 10 ekor, nuri coklat 8 ekor, cenderawasih kuning besar 16 ekor, cenderawasih mati kawat 2 ekor, dan kasturi kepala hitam 88 ekor. Satwa-satwa tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi. 

Direktur Jenderal Penegakkan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan bahwa Kejahatan perdagangan illegal dan perburuan  satwa liar yang dilindungi masih menjadi ancaman terhadap kekayaan hayati Indonesia, khususnya satwa eksotik Indonesia. Modus operandi kejahatan terus berkembang, termasuk menggunakan pesawat udara, dan perdagangan secara online. Kejahatan ini terorganisir karena melibatkan banyak pihak. 

Rasio Sani menjelaskan bahwa penindakan terhadap kejahatan tumbuhan maupun satwa menjadi prioritas KLHK. “Dalam beberapa tahun ini, kami telah melakukan 369 Operasi dan telah melimpahkan 311 kasus ke kejaksaan untuk disidangkan (P21), ratusan ribu ekor satwa liar telah diamankan. Kejahatan seperti ini sangat merugikan negara dan menganggu keseimbangan ekosistem kita. Untuk itu Kami mengharapkan agar pelaku kejahatan terhadap tumbuhan dan satwa seperti ini harus dihukum seberat-beratnya agar ada efek jera,” tegas Rasio Sani. 

Sementara itu, Kepala Balai Gakkum Wilayah Jabalnusra, Muhammad Nur, mengatakan bahwa Penyidik KLHK saat ini sedang mendalami keterlibatan pelaku lainnya terkait penyelundupan dengan Trigana Air. “Disamping AS kami menyakini ada pelaku lainnya yang terlibat. Dalam kasus ini ada dugaan keterlibatan Oknum TNI. Proses penegakan hukum terhadap oknum TNI dilakukan POM AU dan POM AD,” tambah Muhammad Nur. 

Para pelaku diduga melanggar Pasal 40 Jo. Pasal 21 Ayat 2 Huruf a Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman pidana penjara maksimum 5 tahun dan denda maksimum Rp 100 juta. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement