Ahad 09 May 2021 17:31 WIB

Busyro Tantang KPK Awasi Proyek Pemindahan Ibu Kota 

Pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kaltim disebut akan habiskan Rp 450 triliun. 

Rep: Mimi Kartika/Muhyiddin/ Red: Ratna Puspita
Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqodas
Foto: Republika/ Wihdan
Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqodas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqodas mempertanyakan keberanian KPK saat ini untuk melakukan kajian yang profesional dan akademis serta pencegahan maksimal atas rencana pemindahan Ibu Kota negara. Sebab, proyek pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur disebut akan menghabiskan Rp 450 triliun. 

"Di saat rakyat makin terisak keselamatan jiwanya dan kesejahteraan sosialnya karena kebijakan negara yang semakin tidak adil di semua sektor," ujar Busyro dalam diskusi daring, Ahad (9/5). 

Baca Juga

Dia mempertanyakan independensi lembaga negara antirasuah ini setelah dilakukannya revisi Undang-Undang KPK. Busyro pesimistis KPK yang sekarang bisa mengungkap skandal-skandal korupsi di semua sektor. 

Dia bahkan mencontohkan, ketika KPK akan mengungkap kasus korupsi di sektor pajak, tetapi informasi terkait adanya operasi tangkap tangan (OTT) di Banjarmasin justru bocor. Banyak kasus yang semestinya KPK masuk untuk menegakkan hukum, seperti kasus Papa Minta Saham yang justru macet. 

Busyro membandingkan kinerja KPK dengan UU KPK yang lama sebelum direvisi. Saat itu, KPK melakukan gerakan pencegahan yang ofensif dan penindakan secara simultan dari hulu ke hilir, maupun sebaliknya. 

Di bidang pencegahan, kebijakan-kebijakan kementerian terkait dengan sektor ketahanan, perpajakan, minyak dan gas, serta sumber daya alam lainnya, KPK melakukan intervensi secara proporsional. Birokrat-birokrat yang ada di dalam sektor tersebut diajak berdiskusi oleh KPK secara terbuka. 

Sehingga, atas usulan aktif KPK, peraturan-peraturan terkait bisa disepakati untuk diubah. Dengan demikian, KPK dapat melakukan penyelamatan aset negara sekitar Rp 165 triliun untuk sektor minyak dan gas saja, belum termasuk sektor tambang dan lainnya, apalagi dalam bidang penindakan. 

Artinya, menurut Busyro, KPK dalam Undang-Undang yang lama dengan independensinya itu bisa masuk ke sektor-sektor yang rawan korupsi yaitu sektor-sektor yang masuk kategori korupsi yang direncanakan atau corruption by design. Misalnya, KTP elektronik, reklamasi pantai utara Jakarta, tata ruang Meikarta di Cikarang, perizinan-perizinan, serta sektor-sektor kehutanan. 

Dia mengatakan, periode kepemimpinan Agus Rahardjo ke belakang, KPK leluasa melakukan gerakan-gerakan yang sistemik, hulu-hilir maupun hilir-hulu. Akan tetapi, dia pesimistis, KPK dengan UU KPK yang baru dapat menjangkau sektor-sektor yang rawan korupsi tersebut. 

"Sekarang ini dengan Undang-Undang KPK yang sudah dihilangkan independensinya itu maka sektor-sektor yang saya sebut itu tidak mungkin lagi dilakukan oleh pimpinan KPK yang baru, apalagi ditandai dengan gerakan-gerakan yang tidak transparan termasuk melakukan tes wawasan kebangsaan," kata Busyro. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement