Senin 10 May 2021 14:34 WIB

Waspadai Penyelewengan Bantuan Benih, Pupuk, dan Alsintan

Penyediaan bantuan dan alur distribusi harus dilaksanakan sesuai aturan perundangan.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Petani memanam padi dengan teknik tanam benih langsung di areal persawahan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (18/2). Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyebut terdapat potensi penyelewengan pelaksanaan program di sektor pertanian.
Foto: Antara/Jojon
Petani memanam padi dengan teknik tanam benih langsung di areal persawahan Ranomeeto, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (18/2). Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyebut terdapat potensi penyelewengan pelaksanaan program di sektor pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menyebut terdapat potensi penyelewengan pelaksanaan program di sektor pertanian. Adapun hal yang disorot mencakup tiga hal yakni bantuan benih/bibit, bantuan pupuk dan bantuan alat mesin pertanian (alsintan).

Ketua Pataka, Ali Usman, mengatakan, Pagu Anggaran Kementerian Pertanian sebesar Rp 15,51 triliun. Namun terdapat penambahan anggaran guna mendukung penyediaan pangan pada masa pandemik Covid-19 dan Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp 4,19 triliun sehingga menjadi Rp 19,71 triliun.

Baca Juga

Berdasarkan pagu anggaran tersebut, terdapat pengadaaan benih sebesar Rp 1,54 triliun dan bibit ternak sebesar Rp 165 miliar, pupuk sebesar Rp 464 miliar, dan alsintan sebesar Rp 990 miliar. Ia menilai, kemampuan penyerapan anggaran saat ini yang minim dengan waktu yang singkat di tahun 2021 ini, kemudian kurangnya transparansi data dalam pelaksanaan program bantuan tersebut memberikan potensi penyelewengan.

“Karena itu, kami memberi peringatan dini terhadap pemerintah, agar berhati-hati sehingga program bantuan tersebut. Jika seandainya Kementerian Pertanian tidak berhati-hati dan tidak serius, maka program pelaksanaan ini rawan penyelewengan,” kata Ali dalam konferensi pers, Senin (10/5).

Ali menuturkan, secara umum semua kegiatan memiliki risiko jika tidak dilaksanakan sesuai aturan dan petunjuk yang diterapkan. Risiko kegagalan pencapaian keluaran (output) terjadi jika pelaksanaan tidak tepat waktu, jumlah, varietas, dan kualitas benih tidak seuai spesifikasi serta biaya distribusi benih yang tinggi.

“Oleh karena itu kami berharap, kegiatan penyediaan dan alur distribusi dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang ditetapkan. Agar tidak terjadi risiko kegagalan, maka titik-titik kritis berikut perlu mendapatkan perhatian,” katanya.

Soal pupuk bersubsidi, ia menyampaikan, pupuk bersubsidi itu diperuntukkan bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam sistem e-RDKK (elektronik rencana definitif kebutuhan kelompok tani).

Pemerintah telah menaikkan harga pupuk subsidi. Tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 49 Tahun 2020 Tentang alokasi dan harga eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sektor pertanian tahun 2021.

Modus penyelewengan pupuk bersubsidi ini bermacam-macam. Biasanya Kemasan pupuk di ganti, penyebarkan isu kelangkaan pupuk, penimbunan stok pupuk. Kemudian penyelundupan fisik dan administrasi, pemalsuan kuota kebutuhan pupuk di daerag kemudian melakukan perdagangan antar pulau. Sehingga, pergeseran stok dari daerah yang harganya murah ke daerah dengan harga lebih tinggi.

“Jangan sampai HET pupuk bersubsidi lolos bagi oknum-oknum yang dengan mudah memainkan harga,” ucapnya.

Adapun mengenai alsintan, merujuk juknis Alshintan Ruang lingkup kegiatan pengadaan alshintan melalui e-purchasing dan penyaluran bantuan di tahun anggaran 2020 petunjuk teknis jenis alsintan panen yang akan dilaksanakan pengadaannya di tahun 2020 terdiri dari traktor roda 2, pompa air, traktor roda empat, cultivator, rice transplanter dan hand sprayer.

Sementara kriteria penerima bantuan alsintan dibedakan menjadi dua kategori yaitu masyarakat adalah kelompok tani atau gapoktan atau korporasi petani atau kelompok usaha bersama atau masyarakat Tani atau kelompok masyarakat yang mendukung pembangunan pertanian.

Kedua, pemerintah di tingkat provinsi atau kabupaten atau kota yaitu instansi yang memenuhi persyaratan dan sanggup mengelola bantuan alsintan dari pengadaan pusat dengan persyaratan mampu mengelola bantuan alsintan dalam bentuk brigade alsintan.

"Beberapa kasus kita temukan hasil penyaluran Alshintan tahun 2018 tidak sesuai petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis," kata dia.  

Salah satunya yakni anggaran pengadaan alsintan bersumber dari Satuan Kerja (Satker) Direktorat Jenderal (Ditjen) Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan tahun 2018. Khusus Alsintan yang disalurkan di Lombok Timur anggarannya mencapai Rp 2 miliar.

Jenis Alsintan yang disalurkan berupa tractor roda empat, tractor roda dua, pompa air, sprayer pertanian, dan rice transplamter. Alat tersebut dibagikan kepada kelompok tani dan Unit Pengelola Jasa Alsintan (UPJA) Lombok Timur.

Ada 21 kelompok tani dan tiga UPJA uang menerima bantuan. Adapun Modus operandi, oknum ketua kelompok petani biasanya membuat proposal bansos RMU yang seolah-olah nantinya RMU akan digunakan untuk kepentingan kelompok petani.

"Pada kenyataanya RMU tersebut tidak diberikan kepada kelopok tani tetapi secara diam-diam dipasang di lahan tempat usaha sendiri. Kasus ini ada di Desa Gontoran Kec. Lingsar Kabupaten Lombok Barat," kata dia. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement