Senin 10 May 2021 21:03 WIB

Pemkot Kaji Kebijakan Contra Flow Batik Solo Trans

Contra flow diberlakukan bagi bus Batik Solo Trans koridor 1.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Friska Yolandha
Petugas menyempotkan disinfektan pada bus Batik Solo Trans (BST). Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bakal melakukan evaluasi terkait kebijakan lawan arus (contra flow) di Jalan Slamet Riyadi setelah insiden serempetan antara bus Batik Solo Trans (BST) dengan railbus Batara Kresna pada Sabtu (8/5).
Foto: ANTARA/Maulana Surya
Petugas menyempotkan disinfektan pada bus Batik Solo Trans (BST). Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bakal melakukan evaluasi terkait kebijakan lawan arus (contra flow) di Jalan Slamet Riyadi setelah insiden serempetan antara bus Batik Solo Trans (BST) dengan railbus Batara Kresna pada Sabtu (8/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bakal melakukan evaluasi terkait kebijakan lawan arus (contra flow) di Jalan Slamet Riyadi setelah insiden serempetan antara bus Batik Solo Trans (BST) dengan railbus Batara Kresna pada Sabtu (8/5). Kebijakan contra flow dinilai menimbulkan kemacetan di jantung Kota Bengawan tersebut.

Kebijakan contra flow diberlakukan bagi bus Batik Solo Trans koridor 1 rute Terminal Palur hingga Bandara Adi Soemarmo sejak akhir Desember 2020. Sebelumnya, Jl Slamet Riyadi merupakan jalur searah dari simpang Gendengan sampai Gladak. Lintasan BST contra flow tersebut berada di atas rel kereta api yang dilewati KA Batara Kresna empat kali sehari.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mengatakan bakal berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengkaji ulang kebijakan contra flow di Jl Slamet Riyadi. Menurutnya, kebijakan tersebut dibuat sebelum dirinya menjabat Wali Kota. Sehingga, jika langsung diubah, maka akan membingungkan masyarakat.

"Nanti akan kami kaji lagi plus minusnya seperti apa akan kami evaluasi lagi," kata Gibran kepada wartawan, Senin (10/5).

Gibran menyatakan, yang namanya transportasi umum itu jalur pulang dan pergi harus di jalan yang sama. Sehingga, idealnya memang harus contra flow.

"Tapi saya lihat memang sejauh ini banyak yang tidak setuju kalau Slamet Riyadi itu contra flow. Ya karena menambah macet dan lain-lain," imbuh putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut.

Gibran mengaku telah melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan manajemen PT Bengawan Solo Trans. Dia meyakini setelah pandemi nanti BST dan Feeder akan lebih banyak penumpang. Jika masyarakat menggunakan transportasi umum, maka akan mengurangi kemacetan di Jl Slamet Riyadi. Selain itu, setelah pandemi dia optimistis anak-anak sekolah bakal menggunakan moda transportasi BST dan Feeder. Apalagi, operasional BST dan Feeder menggunakan skema pembelian layanan (buy the service).

"Karena pandemi ini kan kelihatan kosong, yang mereka masalahkan kan itu. Sudah contra flow, makan jalan, busnya kosong itu kan yang dikeluhkan," ujarnya.

Gibran menyebut, terkait kasus serempetan antara BST dan KA Batara Kresna tersebut sudah diproses. Pengemudi BST sudah diberhentikan lantaran pelanggarannya masuk kategori berat.

"Yang jelas yg bersangkutan sudah menyalahi SOP. Melewati markah pembatas untuk kereta. Sudah langsung kami berhentikan," terangnya.

Gibran meminta maaf kepada para penumpang, pengguna setia BST, dan juga PT KAI atas kejadian tersebut. Dia berharap agar ke depan insiden serupa tidak terulang lagi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement