Senin 10 May 2021 21:10 WIB

Terkait Asabri, Jampidsus Sita Gedung Rupa Rupi di Bandung

Seluruh penilaian aset sitaan sudah mencapai lebih dari Rp 11 triliun.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Muhammad Fakhruddin
Terkait Asabri, Jampidsus Sita Gedung Rupa Rupi di Bandung (ilustrasi).
Foto: Infografis Republika.co.id
Terkait Asabri, Jampidsus Sita Gedung Rupa Rupi di Bandung (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus-Kejakgung) kembali melakukan sita terkait dugaan korupsi dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Direktur Penyidikan Jampidsus Febrie Adriansyah mengatakan, timnya resmi menyita satu gedung unit usaha milik tersangka Benny Tjokrosaputro, yang berada di Bandung, Jawa Barat (Jabar).

“Untuk aset, ada tambahan penyitaan, Gedung Rupa Rupi di Bandung,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, di Jakarta, pada Senin (10/5).

Febrie menerangkan, Gedung ‘Rupa Rupi’ adalah tempat usaha pernak-pernik, dan makanan. “Itu gedung yang disita, semacam disewakan untuk jual-jual itu, seperti food court di Bandung. Itu terkait kepemilikan tersangka BTS (Benny Tjokro),” terang Febrie.

Penyidikan Asabri oleh Jampidsus, sudah menetapkan sembilan orang tersangka. Antara lain, tersangka swasta Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, Jimmy Sutopo, dan Lukman Purnomosidi. Adapun tersangka dari jajaran mantan direksi Asabri, yakni Sonny Widjaja, Adam Rachmat Damiri, Bachtiar Effendi, Hari Setiono, dan Ilham W Siregar. Para tersangka tersebut, sudah dalam penahanan sejak Februari 2021. Kecuali tersangka Benny Tjokro, dan Heru Hidayat, yang dalam masa pemidanaan terkait kasus PT Asuransi Jiwasraya.

Terkait para tersangka itu, tim penyidikan sudah menyorongkan berkas perkara ke tim penuntutan, Jumat (30/4) untuk diteliti sebelum disorongkan ke pendakwaan di persidangan. Febrie melanjutkan, sementara ini, seluruh penilaian aset sitaan sudah mencapai lebih dari Rp 11 triliun. Akan tetapi, nilai tersebut belum cukup menutupi angka kerugian negara yang besarnya mencapai Rp 23,7 triliun. 

“Nilai aset sitaan belum cukup (menutup kerugian negara). Tapi masih anak-anak (penyidik) cari. Nilainya (aset sitaan), sekarang ada perubahan (Rp) 11 triliun lebih,” kata Febrie. Nilai sitaan sementara itu, Febrie menerangkan, masih ada sejumlah aset yang belum dihitung. Termasuk kata Febrie, lahan tambang nikel sitaan seluas 20 ribu hektare yang berada di Sulawesi Selatan (Sulsel). “Kita masih menunggu, masih ada yang lain yang masih dihitung oleh apraisal. Dan mudah-mudahan, bisa menambah untuk kerugian negara,” terang Febrie.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement