REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan pada Senin (10/5) bahwa, tindakan yang dilakukan oleh Israel di wilayah Palestina adalah bentuk rasisme paling keji. Hal ini diungkapkan oleh Shtayyeh ketika bertemu dengan 58 duta besar, konsul, perwakilan negara, organisasi, dan anggota korps diplomatik yang terakreditasi untuk Palestina.
"Upaya untuk mengusir orang-orang Sheikh Jarrah (di Yerusalem) dari rumah mereka bukanlah masalah hukum tetapi lebih merupakan masalah politik, dan peradilan Israel secara politis diarahkan terhadap kehadiran Palestina di kota itu," kata Shtayyeh, dilansir Anadolu Agency, Selasa (11/5).
Shtayyeh menyerukan kepada komunitas internasional untuk segera bergerak menghentikan pelanggaran pendudukan Israel terhadap rakyat Palestina di kota Yerusalem dan tempat-tempat sucinya. Dia juga meminta komunitas internasional menghentikan upaya Israel untuk menyita rumah dan menggusur warga Palestina.
"Peristiwa Yerusalem dan pemberontakan rakyatnya di hadapan penjajah mencerminkan pentingnya kota suci bagi setiap warga Palestina dan telah membawa kembali masalah Palestina ke dalam agenda prioritas dunia," ujar Shtayyeh.
Ketegangan memuncak di daerah Sheikh Jarrah sejak pekan lalu, setelah pengadilan Israel memerintahkan penggusuran terhadap warga Palestina. Jaksa Agung Israel menangguhkan sidang terkait rencana penggusuran warga Palestina di Yerusalem. Sidang ini dapat menuai lebih banyak kekerasan di Yerusalem dan meningkatkan kekhawatiran internasional.
Mahkamah Agung Israel pada Senin (10/5) mendengarkan banding terhadap rencana penggusuran beberapa keluarga Palestina dari lingkungan Sheikh Jarrah di Yerusalem Timur, yaitu sebuah daerah yang direbut Israel dalam perang tahun 1967. Pengadilan yang lebih rendah telah mendukung klaim pemukim Yahudi atas tanah Palestina. Palestina menilai keputusan ini sebagai upaya Israel untuk mengusir mereka dari Yerusalem.