Guru Besar UNS Ingatkan Pentingnya Integritas Pegawai KPK
Rep: Binti Sholikah/ Red: Muhammad Fakhruddin
Guru Besar UNS Ingatkan Pentingnya Integritas Pegawai KPK (ilustrasi). | Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
REPUBLIKA.CO.ID,SOLO -- Guru Besar Bidang Sosiologi Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang kini menjadi Ketua Tim Ahli Revolusi Mental, Ravik Karsidi, menyatakan integritas sangat penting bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Alasannya, pembentukan nilai-nilai integritas merupakan salah satu usaha KPK dalam kegiatan pendidikan antikorupsi. Selain itu, mengaktualisasikan integritas dapat berperan bagi pembenahan karakter dan moral bangsa secara sistematis.
Hal tersebut diungkapkan Ravik saat menjadi narasumber JIB Talks bertajuk "Membentengi Integritas KPK" secara daring, Senin (10/5).
"Dari seluruh integritas itu yang paling utama adalah kejujuran. Ini bagian dari nilai yang paling penting untuk ini kita tahu bahwa korupsi itu menurut Cressey terjadi karena tiga faktor, yaitu ada kesempatan, motivasi untuk berkorupsi, dan ada rasionalisasi," terang Ravik seperti tertulis dalam siaran pers, Selasa (11/5).
Pesan penting tersebut disampaikan Ravik menyusul kecurigaan terhadap integritas pegawai KPK yang akhir-akhir ini terjadi. Di hadapan peserta yang mengikuti jalannya acara melalui Zoom Cloud Meeting dan siaran langsung Youtube JIB Post, dia memaparkan tiga nilai integritas dalam Gerakan Revolusi Mental yang dapat dipegang oleh pegawai KPK.
Pertama, yakni nilai inti yang terdiri dari kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Kedua, etos kerja yang terdiri dari kemandirian, kerja keras, dan kesederhanaan. Dan, yang ketiga yakni, nilai sikap yang bermuara pada keberanian, kepedulian, dan keadilan.
"Sayangnya, saya ingin katakan bahwa tampilan teman-teman KPK yang berani lalu peduli kemudian bertindak adil ini, malah dicurigai. Seperti ini yang mungkin kemudian harus berpikir balik, ada apa yang terjadi?" ucapnya.
Rektor UNS periode 2011-2015 dan 2015-2019 tersebut menuturkan, jika dilihat dari Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 yang berbunyi, "Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi adalah aparatur sipil negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan aparatur sipil negara", maka pimpinan KPK benar-benar menjalankan amanat UU tersebut.
Namun, dia mempertanyakan, apakah peralihan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang baru-baru ini digelar dilakukan secara bijaksana atau tidak.
"Kenapa tes itu harus dilakukan dengan sangat ketat yang menurut saya tidak seperti ASN lain, itu pertanyaannya. Yang lain tidak sampai menimbulkan hal-hal yang tafsir," tandas Ravik.
Menurutnya, pendidikan antikorupsi tidak saja penting bagi pegawai KPK, melainkan juga bagi orang-orang di luar KPK. Hal itu dia ungkapkan ketika mempertanyakan komitmen pegawai KPK jika sudah ditetapkan menjadi ASN terhadap pengimplementasian pendidikan dan pelatihan antikorupsi.
Dalam paparannya, Ravik berpandangan sikap-sikap yang memiliki karakter khusus yang menjadi cikal bakal tindak korupsi, seperti menganggap rendah kualitas, menyukai budaya instan, tidak percaya diri, tidak disiplin, dan sering mengabaikan tanggung jawab perlu dihilangkan.
"Pendidikan antikorupsi itu harusnya diberikan dari paling bawah, yaitu TK sampai perguruan tinggi dan juga tri pusat pendidikan, yaitu di keluarga sudah diberikan ini juga. Kemudian, di lembaga sekolah dan juga pendidikan luar sekolah seperti itu," pungkasnya.