REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Masyarakat India memberlakukan sistem kasta. Ada empat kasta utama, yaknimulai dari yang tertinggi hingga terendahBrahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Di bawah Sudra, terdapat kelompok Antyaja yang terbagi lagi ke dalam delapan kelas berdasarkan mata pencahariannya: tukang tempa, tukang sepatu, penghibur, pembuat perkakas rumah tangga, pelaut, nelayan, tukang jahit, dan pemburu.
Abu Rayhan Al Biruni (973-1050) menjelaskan dalam karyanya Kitab fii Tahqiq maa li'l Hind min Ma'qulatin Maq bulatin fil 'Aql aw Mardhula, kasta Brahmana yang diamatinya itu sesungguhnya mengimani Tuhan yang satu, bukan politeisme atau banyak dewa-dewi sebagaimana keyakinan kasta-kasta di bawahnya.
Kesimpulan itu diambilnya berdasarkan pembacaan atas teks-teks Sanskerta yang ditelitinya serta observasinya terhadap kaum Brahmana sendiri. Bahkan, teks-teks Hindu itu kemudian diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab dan Persia.
Dalam menuturkan tentang komunitas itu, dirinya cenderung menghindari pendekatan polemis, me lainkan simpatik terhadap mereka. Caranya dengan membandingkannya dengan perspektif Islam.
Alquran berulang kali mengajak atau bahkan menyuruh umat manusia untuk menggunakan akal dan pikirannya, merenungi luasnya alam semesta dan diri mereka sendiri. Kemampuan atau kemauanuntuk merenung itu, menurut Al Biruni, hanya dilakukan segelintir orang dalam sebuah kaum atau bangsa. Mereka itulah yang disebut kalangan terpelajar.
Ia menemukan, di India kaum Brahmana berbeda daripada kastakasta di bawahnya. Mereka berpikir melampaui materi atau apa-apa yang terdeteksi oleh panca-indra. Dengan perkataan lain, mereka meyakini eksistensi Yang Gaib, Sang Pencipta segalanya. Iman kepada Yang-Tak- Terindra itu tidak dapat meresap pada diri kolektif orang-orang awam, yakni tiga kasta di bawahnya. Dan, itu pula yang mengawali penyembahan terhadap berhala-berhala.
Masih terkait kaum Brahmana, Al Biruni meneliti teks-teks tertulis cerita kuno setempat atau yang disebut sebagai purana. Minatnya juga besar dalam mengkaji teks dengan sosok penulis yang jelas (non-anonim), yakni smriti. Ada sebanyak 18 purana dan 20 smriti yang dijelaskannya dalam Kitab al-Hind.