Lima tahun lalu, tepatnya di tahun 2016, Karjo (40 tahun) bertemu dengan seorang tukang becak yang kelaparan, saat mengantar istrinya ke pasar. Tukang becak itu mengaku belum mendapat satu pun penumpang yang mau menggunakan jasanya. Tidak ada penumpang berarti tidak ada pemasukan, sehingga untuk mengganjal perutnya, tukang becak itu hanya mampu minum air botolan yang dibawanya sejak pagi dari rumah.
Pertemuan ini kemudian menggugah hati Karjo untuk menginisiasi sebuah gerakan inspiratif bernama Warung Kebaikan di Malang, Jawa Timur. Karjo yang sehari-harinya bekerja sebagai pekerja lepas sadar betul bahwa masih banyak orang lain di luar sana yang membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup, bahkan hanya untuk sekadar makan.
Konsep berbayar Rp 2.000 sebagai pengingat untuk saling membantu
Di Warung Kebaikan yang diinisiasi Karjo, siapapun bisa makan hanya dengan membayar uang Rp 2.000 saja. Karjo mengaku bisa saja menggratiskan makanan untuk mereka yang datang, tapi lewat konsep berbayar Rp 2.000 ini ada sebuah pesan penting yang ingin ia sampaikan: pesan gotong royong untuk saling membantu satu sama lain.
"Jadi uang Rp 2.000 yang mereka bayarkan itu nantinya bisa untuk yang lain, untuk mengelola yang lain, saling membantu. Jadi ada empati bahwa ‘oh iya kalau saya dengan Rp 2.000 bisa membantu, mungkin bisa bermanfaat untuk yang lain',” ujar Karjo saat diwawancara DW.
Karjo mengatakan gerakan ini awalnya hanya difokuskan bagi kaum duafa atau bagi mereka yang benar-benar membutuhkan. Namun, mengingat pandemi COVID-19 membuat banyak orang terpuruk secara ekonomi, Warung Kebaikan akhirnya dibuka untuk semua kalangan. Mulai dari karyawan kantor, ojek online, tukang becak, kuli angkut, dll. "(Dibuka) untuk umum biar sama-sama merasakan, biar sama-sama berempati juga,” ujar Karjo.
Meski baru bisa beroperasi sekali dalam dua minggu, Karjo berharap gerakan yang ia inisiasi bisa mengurangi beban mereka yang memang terpuruk secaraekonomi. "Keinginan kita memang bisa buka setiap hari, cuman kita juga ada kesibukan kerja, ada kesibukan dengan keluarga, jadi mohon maaf sekali kita belum bisa untuk setiap hari buka,” katanya.
"Dan kita tempatnya tidak satu tempat jadi dua minggu itu kita pindah-pindah supaya yang sana juga merasakan, yang sini juga merasakan,” tambahnya.
"Berbuatlah kebaikan sekecil apapun itu”
Karjo mengatakan sebelum dinamai Warung Kebaikan, gerakan yang ia inisiasi awalnya diberi nama Panitia Kebaikan. Kata ‘kebaikan' dipilih karena memiliki makna yang universal, bahwa siapapun bisa melakukan kebaikan tanpa memandang apa latar belakangnya.
"Walaupun kalian mungkin mantan narapidana, atau mantan kriminal, dll. Yang penting lakukan saja kebaikan itu. Jangan sampai ada intervensi dari luar, ‘kamu seperti ini kamu tidak bisa melakukan kebaikan', Itu hilangkan semua,” ujarnya. "Jadi berbuat saja kebaikan sekecil apapun itu,” tambahnya.
Karjo berharap gerakan yang ia inisiasi juga dapat menginspirasi daerah-daerah lain di Indonesia untuk membuka warung serupa. "Jadi akhirnya semakin banyak orang yang terbantu,” tutupnya.
gtp/rap