REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dhita Hayu Cahyani berhasil menjadi juara 2 Storytelling dalam kompetisi Syiar Digital Indonesia (SDI) 2021 yang diselenggarakan oleh aplikasi Muslim Umma. Wanita berusia 30 tahun ini mengungkapkan perasaan senangnnya lantaran bisa membantu masyarakat melalui dakwah daring.
“Program SDI ini membantu saya berdakwah daring. Saya diajarkan banyak hal, mencari materi, membuat podcast, dan mengedit audio,” kata wanita yang kerap dipanggil Dhita kepada Republika.co.id, Senin (10/5).
Selain membantunya dalam membuat konten, ia juga bertemu banyak teman yang akhirnya membentuk sebuah komunitas. Ajang kompetisi ini bagi dia benar-benar bermanfaat dan berharap bisa diadakan setiap tahun. Sebab, bisa jadi nantinya mencetak kreatok-kreator dengan ide yang tak kalah hebat.
Niat awal Dhita untuk mengikuti lomba muncul saat melihat pengumuman pendaftaran. Matanya langsung tertuju pada hadiah yang Umma tawarkan. Bukan nominal hadiah uang melainkan bantuan untuk produksi podcast.
“Yang menarik adalah hadiah mendapat dampingan produksi podcast. Jadi nanti didampingi sama teman-teman dari Umma. Itu buat saya semangat, seru nih kalau bisa membuat konten bagus bukan dari isinya saja tapi juga produksinya,” ujar dia.
Dhita memang sudah beberapa kali membuat podcast. Sebagai mantan penyiar radio Yogyakarta, Dhita memiliki alat-alat produksi podcast. Selain sebagai ibu rumah tangga, ia juga menjadi voiceover talent sehingga porfesi bidang suara sudah lama ia tekuni.
Sebelum ikut lomba Umma, Dhita sudah memiliki podcast sendiri di platform Spotify. Namun, ia tak seriuskan kegiatan tersebut. Awalnya dia biasa mengunggah sepekan sekali lalu sebulan sekali sampai akhirnya jarang mengunggah. Menurut Dhita yang susah dilakukan adalah mempertahankan dalam menghasilkan podcast.
“Jadi beberapa kali membuat podcast, tapi masih main-main saja. Mulainya mudah tapi bertahannya susah,” ucap dia.
Setelah beberapa waktu kemudian, Dhita berniat serius dalam bidang podcast melalui kompetisi Umma. Selama mengikuti program SDI, Dhita harus menghadapi segelintir tantangan. Misal, saat podcastnya dulu ia terbiasa membaca tulisan dari orang lain atau ustadzah, di lomba Umma ia dituntut membuat konten sendiri. Terlebih, tema yang ia pilih kurang dikuasai.